Saturday, September 24, 2016

Ada Apa dengan Metal Gear dan Resident Evil?

(sumber gambar: arstechnica.net)
Halo sahabat gamer, kali ini saya, Gamer Jalanan, ingin mengutarakan kekecewaan saya setelah menyaksikan dua video demo game di Tokyo Game Show 2016. Dua game tersebut adalah seri terbaru dari dua franchise populer yang bisa dibilang perintis dalam genrenya, ‘Metal Gear’ yang dikenal mempelopori genre stealth-action dan ‘Resident Evil’ yang mempopulerkan genre survival horror. Sebagai kelanjutan dari dua seri kenamaan, tentunya saya antusias dan penasaran bakal seperti apa game-game terbarunya. Namun kenyataannya, saya malah jadi kecewa dengan arah yang digunakan pada kedua game baru yang rencananya dirilis 2017 tersebut.

Dua game tersebut adalah ‘Metal Gear Survive’ buatan Konami dan ‘Resident Evil VII: Biohazard’ buatan Capcom. Dari judulnya terlihat menjanjikan, sayangnya ketika saya menyaksikan video demonya, kekecewaan pun muncul. Kalian pasti bertanya-tanya kenapa saya kecewa? Well, buat kalian yang mengikuti kedua serial ini pasti paham benar lah apa yang membuat saya kecewa. Meski mengusung nama-nama serial besar, nyatanya keduanya melenceng dari konsep awal yang lekat dengan dua serial ini. Sekalipun elemen permainannya masih ada dalam dua game anyar yang belum dirilis ini, nyatanya keduanya bukanlah game yang saya kenal dulu.

Agar tidak campur aduk, biar saya mulai dari ‘Metal Gear Survive’, atau singkat saja Survive. Metal Gear adalah serial game yang mempelopori genre stealth-action yang kental dengan nuansa spionase. Konsep utama dalam serial ini ada pada judulnya, yaitu ‘Metal Gear’, sebuah mesin peluncur senjata nuklir yang bisa menyerang dari mana saja berkat kemampuannya yang menyerupai robot mecha dan dapat bergerak. Dalam setiap iterasinya, jagoan dalam game ini yang kebanyakan dikenal sebagai ‘Snake’, mesti menyusup ke markas musuh, yang populer disebut ‘Outer Heaven’, untuk kemudian menghancurkan Metal Gear sebelum senjata itu aktif.

Musuh dalam Metal Gear Survive bukan Metal Gear, tapi zombi. (sumber gambar: aolcdn.com)
Konsep dan elemen ini sudah begitu lekat dengan serial ini, menjadi tujuan utama para gamer memainkan game-gamenya dan menantikan seri-seri terbarunya. Sayangnya, hal tersebut tampaknya takkan ada dalam seri terbarunya Survive, yang walaupun terlihat sebagai spinoff, sama sekali tidak bercirikan Metal Gear. Kenapa saya bisa mengatakan begitu? Karena alih-alih menyajikan aksi stealth penuh unsur spionase dan konflik, serta pertarungan melawan senjata raksasa yang disebut Metal Gear, Survive justru membawa gamer pada suasana pertempuran terbuka dengan tema zombie apocalypse layaknya game ‘Left 4 Dead’ atau ‘Dead Rising’.

Mengambil latar setelah event ‘Metal Gear Solid V: The Phantom Pain’, Survive mengisahkan empat prajurit MSF yang terseret ke dimensi lain, dimensi yang dikuasai para zombi berkepala aneh. Keempat prajurit ini mesti bekerja sama secara multiplayer untuk bertahan dari serangan para zombi ini dan mengirimkan sinyal pertolongan ke dimensi asal mereka. Dari premis awal ini saja sudah jelas terlihat game ini tidak memiliki ciri-ciri dan elemen-elemen yang membuat Metal Gear begitu dikenal. Tidak heran bila banyak gamer yang memberikan jempol dislike alias tidak suka pada trailernya di YouTube. Tak tanggung-tanggung, saat saya menerbitkan tulisan ini, ada 20 ribu dislike sementara yang like cuma 3 ribu.

Elemen stealth masih ada, tapi sangat minimalis. (sumber gambar: metalgearinformer.com)
Bahkan Hideo Kojima selaku pencetus serial Metal Gear yang kini telah memiliki studio independen sendiri secara tersirat menyatakan ide Konami dengan menghadirkan zombi di serial Metal Gear adalah sebuah kesalahan. Dalam sebuah wawancara dengan IGN, Kojima menegaskan bahwa serial Metal Gear yang diciptakannya merupakan game yang erat dengan tema-tema politik, konflik, dan spionase. Di mana dalam hal ini, lelaki yang telah keluar dari Konami di penghujung 2015 ini mengatakan, elemen zombi sama sekali tidak memiliki ruang dalam serial ini. Dia juga tidak terlibat sama sekali dengan pembuatan game ini.  

Memang dari video demo yang saya saksikan terdapat elemen stealth untuk merebut post yang dikuasai para zombi, tapi hanya itu. Selebihnya adalah apa yang kalian temukan dalam game-game bertema zombie-apocalypse lainnya, pertempuran brutal. Tidak ada elemen permainan yang berkaitan dengan Metal Gear, apakah itu menghancurkan Metal Gear, atau menggunakan Metal Gear untuk menghabisi para zombi. Ini berbeda dengan spinoff lainnya yaitu ‘Metal Gear Rising: Revengeance’ yang walaupun memiliki konsep berbeda yaitu hack-and-slash, game ini tetap menampilkan elemen stealth berikut dengan kehadiran Metal Gear, bahkan sampai gila-gilaan. Karenanya meski dengan konsep yang berbeda dari game-game Metal Gear sebelumnya, Rising tetap bisa diterima sebagai sebuah game Metal Gear.

Metal Gear Rising tetap mempertahankan elemen Metal Gear. (sumber gambar: metalgearinformer.com)
Tampaknya setelah kepergian Hideo Kojima selepas ‘Metal Gear Solid V: The Phantom Pain’, Konami selaku publisher telah kehilangan arah dan tidak tahu bagaimana semestinya melanjutkan serial Metal Gear ini. Lantas demi mempertahankan para penggemar dan tentunya mendapatkan keuntungan, Konami mengubah konsep Metal Gear menjadi zombie-apocalypse karena mungkin dianggap cukup menjanjikan dalam hal menarik para pemain di ranah multiplayer. Seperti yang kita ketahui, game dalam genre ini, katakanlah ‘Left 4 Dead’ memang mencatatkan jumlah pemain aktif yang terbilang banyak.

Beralih ke game lainnya, ‘Resident Evil VII: Biohazard’ atau singkat saja RE7, yang juga punya sedikit penyimpangan ketimbang game-game lainnya dalam seri ini. Kenapa saya bilang sedikit? Well, sebenarnya game ini masih memiliki apa yang membuat serial ini disukai yaitu elemen survival-horror. Hanya saja kali ini minus zombi ataupun senjata biologis. Padahal seperti yang jamak kita ketahui, Resident Evil adalah game tentang para zombi atau yang terlihat seperti itu. Hal ini telah berlangsung sejak seri pertamanya hingga seri terkini, walaupun format zombinya mengalami perubahan konsep sejak Resident Evil 4.

Resident Evil VII menggunakan sudut pandang orang pertama. (sumber gambar: gamespot.com)
RE7 diklaim kembali ke akar Resident Evil setelah seri keenam serial ini banyak disebut mulai kehilangan arah dan lebih berorientasi ke action ketimbang survival-horror. Setelah RE4 mengubah sudut pandang serial ini dari third person ke over shoulder third person , RE7 kembali mengubah sudut pandang permainan dengan menjadi sudut pandang orang pertama alias first-person ala game ‘Amnesia: Dark Descent’ atau ‘Outlast’. Buat saya peralihan ini bukan menjadi masalah, karena dari video demo yang saya lihat, sudut pandang ini sukses menciptakan suasana kengerian yang sempat hilang pada dua seri utama terakhir game ini.

Akan tetapi, konsep bertahan dari serangan para zombi atau sejenisnya tampaknya tidak ada lagi dalam game ini. Alih-alih berhadapan dengan mayat hidup atau B.O.W, dalam RE7 gamer mesti bertahan dari kejaran keluarga kanibal di kediaman mereka yang menyeramkan. Konsep Resident Evil pun berubah menjadi ala slasher movie seperti ‘Texas Chain Massacre’ atau ‘The Hills Have Eyes’, atau sejenis dengan game-game seperti ‘Amnesia: Dark Descent’ maupun ‘Outlast’. Padahal kehadiran para zombi yang mengepung atau kerumunan ‘orang gila’ yang datang bersamaan sudah sangat melekat dengan serial ini. Perubahan sudut pandang jadi first-person ini juga sempat dicurigai meniru konsep game ‘Silent Hills’ alias P.T. yang batal diproduksi gara-gara Hideo Kojima bermasalah dengan Konami. 

Keluarga kanibal dalam Resident Evil VII. (sumber gambar: gameranx.com)
Kemungkinan besar keputusan Capcom mengubah konsep dan sudut pandang ini dikarenakan ingin memberikan suasana baru sekaligus mengembalikan elemen horror yang membuat serial ini populer. Akan tetapi, menghilangkan unsur zombie-horde dan mengantikannya dengan para manusia kanibal yang muncul satu-satu jelas bukan hal yang tepat buat saya. Resident Evil adalah tentang zombi, sementara bicara tentang para kanibal yang memiliki kesadaran maka kita bicara tentang game lain. Atmosfer Resident Evil jelas tidak lagi terasa walaupun kengeriannya masih ada. Dari cuplikan gameplay yang saya lihat, game ini kemungkinan bakal menjadi sangat mengerikan, namun tetap saja bukan Resident Evil yang saya kenal.

Dengan konsep baru ini, penggunaan judul ‘Resident Evil’ pada RE7 sebenarnya masih bisa dimaafkan, karena memang judul ini merujuk pada permainannya yang menunjukkan hal tersebut. Namun, semestinya Capcom bisa lebih bertindak logis dalam hal ini menciptakan serial baru sebagaimana yang mereka lakukan dengan game ‘Dead Rising’. Dead Rising masih menggunakan tema zombie-apocalypse, tapi memiliki gameplay dan konsep yang berbeda. Kenyataannya serial ini masih bisa populer walaupun tidak menggunakan atribut Resident Evil. Atau kalaupun masih ingin tetap dalam serial Resident Evil, bisa menggunakan sub-judul atau menciptakan sub-seri, contohnya ‘Resident Evil: Revelations’ atau ‘Chronicles series’. Buat saya, dua opsi ini lebih masuk akal ketimbang menjadikannya sebagai seri utama.

Resident Evil VII menjanjikan pengalaman yang mengerikan. (sumber gambar: informedpixel.com)
Konsep Metal Gear Survive dan Resident Evil VII sendiri mendapat beragam tanggapan dari para penggemarnya. Metal Gear Survive banyak mendapat kritikan karena dinilai melenceng dari konsep awal serial ini. Konami disebut latah mengikuti tren zombie-apocalypse yang populer beberapa tahun terakhir ini. Sebagian besar penggemar memperkirakan game ini bakal bernasib buruk dan menjadi akhir bagi serial Metal Gear. Tanggapan ini berbeda dengan Resident Evil VII, yang mendapat banyak apresiasi karena mengembalikan elemen survival horror sebagaimana akar serial ini. Pendapat terbelah untuk perubahan sudut pandang, meski banyak yang mengapresiasinya. Sementara mengenai absennya zombi, mungkin hanya saya yang komplain.

Tapi apapun yang saya kemukakan dalam catatan saya ini toh tidak bisa mengubah apa yang telah diputuskan Konami dengan ‘Metal Gear Survive’ dan Capcom dengan ‘Resident Evil VII: Biohazard’. Karena bagaimanapun merekalah yang memiliki hak atas serial-serial alias franchise tersebut, dan mereka yang memperoleh keuntungan darinya. Sebagai perusahaan, mereka pasti punya kebijakan tersendiri agar bisa mendapatkan keuntungan untuk tetap bertahan dalam industri video game yang semakin ketat. Siapa yang tahu kalau konsep ini bakal bisa bersinar dan menjadi laris, yang tentunya memberikan pemasukan bagi mereka. Tengok saja ‘Resident Evil 5’ yang walaupun konon lebih berorientasi action, namun menjadi yang terlaris dalam serial ini.

Resident Evil 5 jadi yang terlaris dalam serial ini. (dok. pribadi)
Apa yang saya lihat di sini adalah kedua perusahaan ini mencoba untuk mengikuti selera pasar, mencoba inovasi baru, dan juga mencoba menjual sesuatu dari merek dagang mereka yang telah memiliki basis penggemar. Akan tetapi kedua langkah ini bisa saja gagal dan berbalik merugikan mereka sendiri bilamana hasil akhir produk yang ditawarkan tidak sesuai dengan pengharapan alias mengecewakan. Banyak contoh kegagalan dalam upaya ini dimana tentunya tidak saya harapkan terjadi lagi. Sebut saja game reboot ‘Shadowrun’ dan juga ‘Banjo-Kazooie: Nuts & Bolts’. Termasuk Resident Evil sendiri di mana dua seri terakhirnya banyak mendapat kritik dan cap buruk karena mengubah konsep survival-horror menjadi lebih berorientasi pada action.

Bisa juga bila langkah yang mereka lakukan ini dikarenakan mereka menganggap telah kehabisan ide dengan konsep awal serial populer mereka ini. Mungkin mereka mengira akan sulit membawa kembali para penggemar memainkan game-game ini dengan konsep lama yang mungkin buat mereka sudah usang. Tapi sebenarnya ini juga tidak bisa dibenarkan begitu saja karena faktanya, Resident Evil Zero yang dirilis ulang awal tahun ini masih ramai peminat. Pun bagi para penggemar setia, sebanyak apapun gamenya akan tetap menjadi target untuk dimainkan, sepanjang tentunya ada inovasi yang mengikutinya. Kalau dari kacamata saya sih, elemen survival-horror ala Resident Evil dan stealth-action ala Metal Gear masih banyak peminatnya kok, bahkan mungkin semakin bertambah.  

Cuplikan 'The Legend of Zelda: Breath of the Wild'. (sumber gambar: kotaku)
Sebenarnya bukan hanya Metal Gear dan Resident Evil yang mengalami perubahan konsep, beberapa serial populer juga sudah terlebih dulu melakukannya. Salah satunya serial ‘Metroid’ dari Nintendo dengan seri terbarunya ‘Metroid Prime: Federation Force’, yang mengubah konsep serial ini yang kental dengan elemen penjelajahan menjadi genre multiplayer FPS, yang sayangnya gagal total. Pun begitu masih banyak juga serial game yang tetap setia dengan konsep aslinya, sembari mencoba berinovasi dengan perkembangan zaman. Contohnya rilisan teranyar ‘The Legend of Zelda’ yaitu ‘Breath of the Wild’ yang masih kental nuansa petualangannya, kini ditambah elemen open-world dan juga survival. Game ini terbukti mendapat apresiasi yang baik sejauh ini dan dinantikan perilisannya.

Well, apapun yang dilakukan para developer serial-serial populer tersebut, semoga saja mereka melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk memberikan hiburan menyenangkan bagi para gamer yang setia menunggu game-game terbaru. Saya dan para gamer lainnya hanya berharap yang terbaik pada serial-serial populer tersebut, tentang bagaimana semestinya serial-serial ini diperlakukan. Ada kalanya suara gamer didengar, yang tentunya merupakan saran dan kritik untuk menghasilkan sebuah game yang lebih baik. Apa sahabat gamer setuju dengan pendapat saya? Terima kasih sudah membaca tulisan saya ini, saya Gamer Jalanan, Salam Gamer! (gj)

No comments:

Post a Comment