Saturday, September 17, 2016

Satu Jam Bermain ‘God of War III’

(sumber gambar: all4desktop.com)
Satu jam tidaklah cukup untuk bermain video game. Apalagi video game zaman sekarang memiliki rentang waktu permainan hingga berjam-jam dengan tingkat kesulitan yang memaksa kalian memainkannya berulang-ulang. Tapi satu jam terbilang cukup untuk memberikan kesan kepada gamer mengenai tampilan game tersebut, dari segi visual, audio, dan gameplay. Dan bagi saya, Gamer Jalanan, satu jam sudah cukup untuk mengetahui bagaimana keseluruhan permainan bakal berjalan, dan cukup waktu untuk menentukan melanjutkan permainan atau menghentikannya.

Pada episode kali ini saya Gamer Jalanan mengajak sahabat gamer memainkan game hack-and-slash yang sudah tidak asing lagi bagi para pemilik konsol PlayStation, God of War. Kali ini saya memainkan seri pemungkasnya, God of War III yang rilis di konsol PlayStation 3 (PS3) tahun 2010. Sebagai game yang dikembangkan oleh studio internal Sony Computer Entertainment (SCE) yaitu Santa Monica Studio, game ini tahu benar bagaimana memanfaatkan kemampuan dari konsol rumahan ketiga milik Sony ini dengan maksimal.

God of War buat saya bukan game yang baru, mengingat saya dulu pernah memainkan game pertamanya yang di konsol PS2 punya kakak ipar saya. Waktu itu awalnya hanya coba-coba, namun suasana dan konsep permainan yang begitu seru membuat saya memainkannya hingga waktu yang lama. God of War buat saya adalah game yang keren karena memiliki atmosfer yang begitu memikat dengan gaya permainan yang begitu sederhana. Yang perlu saya lakukan adalah mengendalikan Kratos, dengan senjata tajamnya yang digunakan menyayat semua musuh yang ditemui dalam perjalanannya membalas para dewa.

Kutipan Plato yang memulai game ini.
Kesenangan yang sama saya dapatkan dari memainkan God of War III, game ketiganya yang sekaligus menjadi penutup dalam trilogi penuh darah ini. Kesederhanaan gameplay dari game ini masih ada, dengan penyempurnaan pada kualitas grafis, suara, dan suasananya yang begitu hidup. Opening credit dari game ini saja sudah bisa menyiratkan pengalaman berdarah yang akan saya rasakan kala menyaksikannya, mengulas kembali dua game sebelumnya, memberikan pengantar yang tepat sebelum memasuki akhir dari perjalanan, Kratos, karakter penuh amarah yang saya kendalikan.

“The Measure of a Man is what he does with power”, kutipan kata mutiara dari Plato itu tampaknya sangat mewakili apa yang akan ditampilkan di sepanjang permainan God of War III. Kilas balik dari event sebelumnya di God of War pertama, God of War II, dan Chain of Olympus menjadi sajian utama dalam opening credit yang bernuansa kelam. Bergaya siluet, didominasi warna merah darah, lengkap dengan musik orkestra yang menggebu-gebu, sedikit narasi, opening credit ini menurut saya terbilang sukses dalam mengulas kembali kejadian-kejadian  yang dialami Kratos, pertarungannya dengan para dewa, hingga bagaimana dia membunuh istri dan anaknya.

Opening credit yang begitu kelam.
Layar judul  lantas muncul dengan separuh bagian Kratos yang cemberut dan latar langit bergemuruh di sana. Ada empat pilihan di sana yaitu New Game, Load Game, Option, dan Treasure. Tanpa banyak basa-basi, saya langsung memilih New Game, membawa saya pada empat tingkat kesulitan yang mesti dipilih. Empat pilihan tingkat kesulitan tersebut adalah Spartan (Easy), God (Normal), Titan (Hard), dan Chaos (Very Hard). Bila kalian rajin membaca blog saya, khususnya rubrik Satu Jam Bermain, kalian pasti tahu opsi mana yang saya pilih. Yup, seperti judulnya, saya memilih level GOD!

“My vengeance ends now!” kata Kratos begitu saya memilih difficulty GOD. Berikutnya sebuah cutscene dengan sebuah narasi dari Zeus mengisahkan sejarah para dewa dan mengagung-agungkan dunia dewa di Mount Olympus. Apa yang dikatakan Zeus sangat bertolak belakang dengan gambaran bumi penuh kekacauan yang ditampilkan di layar, yang perlahan bergerak ke atas, menuju ke Mount Olympus. Beberapa makhluk raksasa yang begitu besar, yang disebut Titan, tampak tengah memanjat tebing Mount Olympus yang begitu tinggi. Zeus lantas mengisyaratkan kedatangan Kratos, dan bersiap mempertahankan gunung tempat bersemayam para dewa itu.

Kemarahan Kratos sudah menyambut di layar judul.
Di sebuah balkon, Zeus bersama beberapa dewa muncul, siap menghadapi Kratos. Masing-masing dewa tersebut lantas bergerak ke posisi mereka masing-masing, dengan seorang jenderal di sana memerintahkan para prajurit undead melompat ke tangan raksasa terdekat dari balkon tersebut, Gaia. Rupa-rupanya Kratos menumpang di tubuh Gaia, dan para prajurit suruhan dewa siap untuk menghentikan langkahnya mencapai Olympus. Kratos, dengan penuh amarah, seperti biasanya, beteriak kepada Zeus mengumumkan kedatangannya yang bermaksud untuk menghancurkan Mount Olympus.

Permainan dimulai, saya sebagai Kratos, berhadapan dengan para prajurit tengkorak hidup yang telah mengepung. Segera saja saya melakukan serangan, memutar dua pedang berantai atau chain blade yang langsung membabat habis para prajurit tersebut. Di sisi kiri layar muncul informasi tombol-tombol yang mesti ditekan untuk melakukan serangan, serangan ringan dan serangan berat, serta memegang musuh. Berikutnya satu persatu informasi tombol aksi yang mesti ditekan muncul, tapi saya tidak akan menjelaskannya secara detail di sini. Intinya saya sudah bisa mengeksekusi serangan, memegang lawan, dan melemparkannya ke udara serta menahan serangan lawan.

Kilatan cahaya yang memukau.
Setelah menaklukkan kelompok pertama prajurit musuh, cutscene bergulir di mana ada Titan lain di samping Gaia yang melemparkan batu besar ke balkon tempat Zeus berdiri. Di sana ada seorang dewa laki-laki, dengan isyarat dari Zeus lalu melompat ke bawah, menerjang Titan itu hingga terjatuh dari tebing. Titan itu jatuh ke dalam laut, memunculkan pusaran dan sesuatu melesat keluar dari dalamnya. Tiba-tiba Gaia berteriak, mengatakan ada sesuatu yang mengenainya dan membuatnya tidak bisa bergerak. “Free me!” seru Gaia meminta tolong pada Kratos yang tengah berdiri di bahunya.

Prajurit musuh kembali datang, bersamaan dengan informasi tombol untuk mengeluarkan Magic. Saya pun membantai satu persatu prajurit tersebut, memunculkan jumlah berapa kali serangan yang saya daratkan di sisi kanan layar berikut statusnya. Mudah buat saya hanyut dalam permainan God of War mengingat gameplay yang begitu mengasyikkan. Menyayat lawan dengan chain blade yang menghasilkan efek serangan keren cukup untuk memukau saya, membuat saya terus-menerus melakukannya saat musuh datang. Pergerakan chain blade dengan sinar yang begitu berkilau seakan menjadi daya tarik sendiri bagi saya untuk terus memainkan game ini.

Dewa pertama yang menjadi lawan Kratos, Poseidon.
Setelah gelombang kedua prajurit musuh ini habis, saya langsung bergerak ke depan, dengan sebuah pohon besar menutup jalan di sana. Muncul perintah tombol R1 dan lingkaran untuk mengangkat pohon tersebut agar saya bisa melanjutkan perjalanan. Di sini saya sempat sedikit kesal karena saya beberapa kali mengeksekusi tombol dengan cepat, sehingga gagal mengangkat pohon yang tumbang itu. Entah karena joystick, mekanik game, atau memang refleks saya yang kurang bagus, butuh beberapa waktu hingga saya bisa menyingkirkan pohon sialan itu. Yeah, saya memang kurang pakar dalam urusan button-mashing.

Saya melanjutkan perjalanan dengan prajurit-prajurit undead yang muncul menghadang saya. Buat saya pertarungan-pertarungan awal ini cukup impresif, karena saya bertarung di atas tubuh raksasa yang badannya menyerupai hutan dan bebatuan. Menariknya lagi, saya bergerak di atas tubuh yang bergerak secara real-time, dengan lingkungan sekitar saya ikut bergerak. Dalam hal ini, saya melihat Titan lain yang bergerak di samping Gaia. Saat hendak menuju ke barisan musuh, tiba-tiba sesuatu yang besar muncul dari dalam lengan Gaia, gelombang air menyerupai kuda dengan kaki-kaki capit yang banyak seperti kepiting.

Button mashing yang melelahkan.
Makhluk ini, yang saya tak tahu apa, menyerang saya dengan capit-capitnya dan juga mengeluarkan gelombang serangan dari mulutnya. Saya kesulitan menyerangnya, karena tidak ada indikator yang jelas yang menunjukkan serangan saya sudah mendarat dengan tepat. Barulah saya ingat kalau serangan yang mengenai musuh akan menghasilkan HIT sebagaimana yang tertulis di sebelah kanan layar televisi. Cukup sulit melawan makhluk ini di mana serangan gelombangnya mampu menyapu keseluruhan platform di depannya, melukai Kratos dengan mudahnya. 

Ketika saya berhasil menyarangkan beberapa kali serangan, si kuda mengerang kesakitan, begitu juga Gaia. Titan itu membalik posisi lengannya berbalik dan Kratos mesti bergelantungan pada sulur-sulur tumbuhan di sana agar tidak jatuh ke bawah. Meski terbalik, saya masih tetap harus menyerangnya karena makhluk itu juga menyerang saya. Instruksi tombol muncul, menujukkan bagaimana caranya bergerak dan menyerang dengan bergelantungan. Menyerang dalam posisi ini menurut saya cukup sulit dilakukan, karena buat saya arah analog menjadi tidak jelas. Alhasil, saya sering salah bergerak malahan menjauh dari makhluk itu.

Melawan kuda air dalam posisi bergelantungan.
Setelah beberapa kali menyerang, Gaia kembali menggerakkan tangannya, mengubah posisi medan tempur saya seperti semula, bedanya kali ini lebih tinggi. Bedanya lagi, kali ini makhluk itu menyerang dengan lebih buas, membuat saya semakin kesulitan untuk mendaratkan pedang berantai. Faktanya, saya sempat tewas dan mesti mengulang satu kali melawan makhluk ini dalam posisi ini. Kembali, setelah beberapa serangan, posisi lengan Gaia kembali berubah, namun tidak berubah banyak, hanya sudutnya yang kini lebih tinggi.

Pada akhirnya saya tiba pada momen di mana makhluk tersebut, sebut saja dia kuda air biar lebih mudah, terjatuh lengah, memunculkan gambar tombol lingkaran besar di layar televisi. Langsung saya tekan tombol tersebut, membuat Kratos melompat, menusuk salah satu capit kiri si kuda, lantas muncul perintah tombol yang lain yang ketika saya tekan membawa pada aksi berikutnya. Saya tidak tahu bagaimana para gamer atau sahabat gamer menyebut momen ini, tapi untuk lebih mudahnya saya akan menyebutnya sebagai ‘momen fatal’.

Tiba di Mount Olympus
Dalam beberapa kali gerakan setelah menekan tombol sebagaimana yang dimunculkan di layar, Kratos akhirnya menarik lepas rahang si kuda. Makhluk itu berontak kesakitan, keluar dari lengan Gaia dengan Kratos masih menempel padanya. Makhluk itu rupanya berbentuk ular yang panjang. Kratos lantas keluar dan melompat dari ular tersebut, menjangkau tebing di seberangnya. Lokasi pertarungan lantas berganti ke ‘Mount Olympus’, di mana sekarang saya memanjat tebing dengan berpegang pada bebatuan dan sulur-sulur yang ada di sana. Muncul informasi tombol untuk bergerak cepat, dan saya segera saja bergerak menyusuri tebing tersebut ke samping.

Saya, sebagai Kratos tentunya, lantas memanjat naik ke atas, permukaan datar yang ada di tebing itu. Untuk pertama kalinya saya melihat peti dengan lambang abjad Yunani, yang dibuka dengan menekan dan menahan tombol R1. Peti itu berisi Orbs, sebagaimana yang muncul dalam keterangan di layar, terdapat tiga warna orbs yang berbeda-beda. Masing-masing memiliki fungsi berbeda pula, yaitu hijau untuk health, biru untuk magic, dan merah untuk experience. Setelahnya saya kembali bergerak dalam pijakan sempit, membuat saya menempel di tebing sembari perlahan berjalan menyusurinya.

Peti pertama yang saya buka.
Di tengah jalan setengah tapak itu, ular, atau tepatnya kelabang raksasa yang tadi sudah saya keluarkan dari dalam tubuh Gaia, kembali muncul. Kali ini dengan cepatnya dia menyerang dan menarik Gaia, membuatnya nyaris terjatuh, namun mampu bertahan dan kembali memanjat. Setelah melewati jalanan yang sempit, saya kembali berdiri di permukaan datar yang luas, dan kembali bertemu para prajurit undead di sana. Di sini untuk pertama kalinya saya mendapat instruksi melompat, dan ketika saya menekan dan menahan tombol melompat untuk kedua kalinya, saya melayang untuk beberapa saat di udara dengan sepasang sayap keluar dari punggung Kratos.

Dengan jalan yang berujung jurang, kini saya memanjat batang merambat di dinding baik ke atas. Di atas sudah menunggu para prajurit musuh yang langsung saja saya hajar satu persatu. Berikutnya ketika saya tiba di sebuah batang pohon, muncul instruksi tombol untuk melemparkan rantai dan berayun menyeberang ke dataran yang lebih tinggi, ya kira-kira seperti Spider-Man begitu. Sesampainya di seberang, para prajurit musuh kembali menghadang, dengan chain blade menjadi penumpas mereka. Ketika jalan terlihat buntu saya lantas melompat ke tangga di dinding tebing yang menyatu dengan akar-akar raksasa di sana.

Woho. Ekstrim sekali.
Perlahan saya naik, melompat ke batu besar di seberang, merambat di sana, menyaksikan salah satu Titan jatuh. Kemudian muncul instruksi melompat ke atas, mencapai langit-langit sebuah tonjolan batu di tebing tersebut yang dipenuhi akar. Saya kembali memanjat, hingga tiba di permukaan datar berlantai keramik di sana. Saat itu saya melihat Gaia yang berteriak saat ular atau kelabang air tadi tiba-tiba menembus tubuhnya. Gaia menangkap ular itu dengan tangannya, seraya berteriak meminta tolong kepada Kratos. Gaia lalu membanting makhluk di tangannya ke lantai di depan saya, menghancurkannya, membuat jalan saya ke seberang hilang. 

Di sini saya mesti melakukan Icarus Glide, gerakan melayang yang bisa dilakukan dengan melompat dan melompat kembali di udara sembari menahannya. Saya awalnya kesulitan memunculkan sayap Kratos, karena setiap kali saya hendak melakukan lompatan kedua di udara, momennya terburu selesai dan saya pun jatuh ke bawah. Beberapa kali saya mengulang hingga akhirnya saya bisa melakukannya dengan baik. Setelah membuka dua peti yang ada di sana, saya masuk ke dalam ruangan dengan pintu tertutup rapat. Dengan kedua tangannya Kratos mengangkat pintu yang terlihat berat itu, masuk ke dalam ruangan.

Icarus Glide yang cukup menyusahkan.
Baru saja masuk, saya sudah disambut seekor centaur yang langsung menyerang. Saya mesti menangkis serangan tersebut dengan mengerakkan analog sesuai arah yang muncul di layar. Centaur tidak sendiri, beberapa prajurit undead muncul dan mulai mengganggu. Tapi bukan masalah buat saya untuk menghabisi mereka semua. Kemudian setelah beberapa kali serangan, muncul perintah tombol di atas centaur, yang ketika saya tekan membawa saya ke momen fatal di mana Kratos menarik Centaur dengan brutal. Momen fatal dengan serangkaian tombol itu lantas berakhir dengan Kratos merobek perut centaur, mematikan makhluk berbada manusia berkaki kuda tersebut.

Oh iya, mungkin perlu saya sampaikan bahwa setiap kali saya menghabisi lawan, muncul bola-bola cahaya merah layaknya orb yang langsung masuk ke dalam tubuh Kratos. Sebagaimana yang sudah saya jelaskan sebelumnya, orb merah ini menambah experience Kratos. Saya belum tahu apa guna experience ini, tapi besar kemungkinan akan berpengaruh pada peningkatan kekuatan Kratos bila jumlahnya semakin banyak, bisa jadi Kratos akan memiliki jenis-jenis serangan baru. Fitur experience ini membuat sekilas game ini seperti memiliki elemen RPG di dalamnya.

Elemen platforming dalam God of War III.
Setelah para musuh di ruangan itu habis, saya mendorong sebuah tuas di sana yang menggerakkan platform bergerak di atas saya. Rupa-rupanya saya mesti naik ke bagian atas ruangan ini dengan menggunakan platform tersebut. Ya meski bergenre utama hack-and-slash, namun game ini tetaplah sebuah 3D platformer yang membutuhkan timing dan presisi yang baik untuk bisa mencapai lokasi-lokasi yang dituju. Kadang saya merasa hal seperti ini tidak cocok dengan gaya hack-and-slash yang cenderung cepat, namun sejauh ini elemen tersebut tidak menganggu keasyikan permainan. Mungkin lebih tepatnya bila digunakan pergerakan otomatis antar platform, sebagaimana yang diaplikasikan serial The Legend of Zelda.

Di sisi atas ruangan, terdapat peti orb merah dan juga api membara yang rupanya berfungsi sebagai tempat untuk melakukan save. Setelah selesai save, saya melanjutkan masuk melewat koridor panjang yang ada di sana, yang berujung pada teralis besar. Kratos dengan mudahnya mengangkat teralis tersebut, ketika Gaia di seberangnya memintanya bergegas. Gaia terlihat kesakitan, dengan makhluk ular tadi tampak menguasai tubuhnya. Secara tiba-tiba, capit raksasa kuda air itu bergerak ke arah saya, membuat saya mesti menekan tombol lingkaran secara beruntun untuk bisa menahannya agar tidak mengenai Kratos.

Momen fatal menghajar kuda air.
Saya berhasil menahan capit itu, menancapkannya di lantai, lantas bergantungan di sana kala si kuda air menariknya menjauh. Lokasi pertarungan lantas kembali ke tubuh Gaia, melawan kuda air tersebut sebagaimana pertemuan pertama kami. Bentuk pertarungannya tak jauh berbeda dengan pertarungan-pertarungan awal, hingga momen fatal kembali terjadi di mana Kratos menyobek perut kuda air serta mematahkan capitnya. Tapi makhluk itu masih tetap bertahan bahkan semakin brutal. Pada momen fatal kedua, Kratos berhasil secara sempurna membuka cangkang di perut kuda itu, lantas mengambil kayu besar tajam di tubuh Gai, menancapkannya ke dalam perut kuda itu.

Kratos mendorong kuda itu, menjatuhkannya dari tubuh Gaia. Semoga saja itu pertemuan yang terakhir ya, karena saya sudah bosan melawannya terus-menerus. Dengan keluarnya si kuda air dari tubuhnya, tampaknya Gaia kembali sehat dan saya baru menyadari kalau ternyata Kratos bertarung di dada Gaia. Kratos lalu kembali naik, masuk ke dalam tubuh Gaia melalui lubang besar menganga di bahunya. Bagian dalam tubuh Gaia terlihat seperti gua, dengan ruangan yang sempit yang memaksa Kratos susah payah memasukinya. Ruangan itu juga terdapat banyak sulur, memberikan jalan bagi Kratos dengan cara memanjat dan bergelantungan, untuk mencapai ‘Heart of Gaia’.

Heart of Gaia
Heart of Gaia merupakan jantung dari Gaia, di mana di sana terdapat sesuatu yang besar menyerupai jantung, hanya saja bentuknya seperti tumbuhan. Jantung itu berdegup berirama, dengan beberapa bongkahan es di depannya yang saya duga merupakan dampak serangan si kuda air. Kemudian muncul informasi tombol untuk menarik bongkahan batu yang ada di sana, yang mesti digerakkan dan diarahkan ke sisi lain ruangan untuk memberikan tambahan sulur agar bisa digunakan untuk memanjat ke atas.

Saya tiba di atas setelah berayun menyeberang, yang langsung disambut sekelompok pasukan undead. Informasi pergerakan baru muncul yaitu battering ram, yang memungkin Kratos menggunakan musuh sebagai tameng dan menjatuhkan mereka dengan berlari brutal menabrak mereka semua. Pergerakan ini menurut saya bisa menghemat waktu dan mempercepat proses pembantaian setiap musuh. Setelah mencoba battering ram, saya menyeberang ke bagian lain tubuh Gaia, dengan perintah R1 yang membawa saya berayun ke atas, memanjat sulur-sulur di sana. Beberapa prajurit undead tampak memanjat di sulur-sulur tersebut, menjadikan pertarungan di dinding tak terelakkan terjadi.

Poseidon dalam wujud raksasa.
Setelah mengalahkan para prajurit musuh, Kratos lantas melompat ke atas, keluar dari lubang yang ada di sana. Kini Kratos kembali berada di luar tubuh Gaia, dengan cutscene monster kelabang air itu berhasil ditangkap oleh Gaia. Namun rupanya ada monster kelabang lainnya, yang muncul tepat di hadapan Kratos. Jagoan saya ini rupanya sedang berada di atas kepala Gaia. Berikutnya secara dramatis muncul sesosok raksasa dari dalam laut yang rupanya adalah Poseidon, si dewa lautan. Dia berdiri di antara dua kelabang air dengan membawa sebuah trisula yang besar. Tampak kepala-kepala kuda air mengelilingi pinggangnya. Mendapati itu Kratos malah menantangnya bertarung.

Kini Kratos berhadapan langsung dengan amarah samudera, Poseidon, yang saya kira merupakan boss pertama dalam game ini. Poseidon menusukkan capit-capit si kuda air di kepala Gaia, membuat Titan perempuan itu kesakitan. Pertarungan melawan dewa pertama di Olympus pun dimulai. Pertarungan ini bisa dibilang versi sangat kuat dari pertarungan melawan kuda air di awal-awal permainan, di mana Poseidon menyerang dengan capit-capit besarnya juga dengan halilintar yang keluar dari trisulanya. Beruntung setelah beberapa kali serangan, Gaia berhasil menangkap Poseidon dan mendesaknya ke tebing. Dengan cepat Gaia meminta Kratos melompat ke tangannya.

Melawan Poseidon cukup menyusahkan.
Kratos melompat ke lengannya, berhadapan lebih dekat melawan Poseidon yang kini tidak bisa menggerakkan capit-capit ular airnya. Trisula menjadi senjata utama Poseidon, di mana dia berkali-kali menusukkan ke arah saya. Selain itu dia juga melayangkan tinjunya ke arah saya, serta menyingkirkan saya dengan mudahnya dalam satu kali sentakan apabila saya berada dekat dengannya. Dengan serangan-serangan yang brutal tersebut, saya pun beberapa kali meregang nyawa di sini, terpaksa mengulang permainan kembali. Belajar dari pengalaman, saya lantas membaca pola serangan dan memaksimalkan serangan magic Kratos untuk bisa mengalahkan Poseidon yang begitu kuat.

Setelah beberapa kali serangan, Poseidon akhirnya kekelahan, memunculkan instruksi tombol yang mengarah ke momen fatal. Sayangnya pada percobaan pertama saya gagal mengekeskusi momen fatal ini karena kesulitan untuk naik ke atas jari Gaia di mana saya mesti mengekseskusi momen fatal. Saya lantas mengulang serangan seperti sebelumnya, dan ketika muncul instruksi momen fatal berikutnya, saya langsung bergegas. Kali ini saya berhasil mengakses momen fatal, dengan instruksi yang begitu panjang di mana Kratos melukai bagian kepala dan dada Poseidon. Poseidon yang marah lalu memerintahkan ular airnya bergerak melukai kepala Gaia, yang langsung diikuti Kratos dengan melompat jauh ke sana.

Momen berayun yang keren sekali.
Poseidon kini kembali ke posisi serangan pertamanya, dengan capit-capit raksasa dan trisula menjadi senjatanya melukai Kratos sekaligus Gaia. Setelah beberapa serangan saya berhasil melukai Poseidon, dewa laut itu kembali menyerang Gaia lebih brutal dengan ular airnya, memunculkan perintah berayun. Kratos lantas berayun dari satu capit ke capit lainnya, hingga tiba di kepalan tangan Gaia dan melepaskan capit Poseidon yang tertancap di sana. Kepalan tangan Gaia tiba-tiba bergerak cepat meninju tubuh Poseidon, yang mana oleh Kratos dimanfaatkan untuk melompat cepat tubuh Poseidon.

Terjangan Kratos tersebut berhasil melumpuhkan sosok raksasa Poseidon, mendorong bentuk asli Poseidon keluar dari dalamnya. Dengan keras Kratos melemparkan Poseidon menghantam tebing di sebuah platform di sana. Dengan keluarnya tubuh asli Poseidon, gelombang air raksasa yang tadi menyerang Gaia perlahan runtuh dan kembali ke lautan. Kratos menatapnya dengan penuh kebencian, kemudian berbalik melihat ke arah Poseidon yang terkulai lemah penuh darah di hadapannya. Meski sudah terkapar begitu, tapi Poseidon masih bisa bicara memprovokasi Kratos dengan ucapannya.

Kratos menerjang Poseidon.
Tentu saja mendengar perkataan itu Kratos semakin marah dan berjalan pelan mendekati Poseidon yang terdesak. Muncul perintah tombol di layar, yang ketika saya tekan, memulai pembantaian Poseidon oleh Kratos. Saya tidak akan menjelaskan detail pembantaian ini, karena menurut saya sangat mengganggu. Yang unik adalah pembantaian ini ditampilkan secara kolaboratif antara sudut pandang orang ketiga sudut pandang gamer, juga dari sudut pandang orang pertama sudut pandang Poseidon. Buat saya pemilihan sudut pandang kamera untuk pembantaian ini terbilang menarik, karena memberikan sensasi tersendiri saat menyaksikannya.

Oke, seperti yang sudah saya bilang, saya tidak akan menjelaskan secara detail proses pembantaian Poseidon. Intinya Kratos menghajarnya tanpa ampun, melemparkannya dengan brutal, membuat Poseidon berdarah-darah kesakitan. Sadis. Jujur saja sudut pandang Poseidon saat Kratos menghajarnya membuat saya trenyuh dan merasa sedih, membuat saya bertanya-tanya apakah yang saya lakukan sebagai Kratos ini adalah sesuatu yang benar. Pada akhirnya Kratos menyudahi penderitaan Poseidon dengan merobek mulutnya dan membiarkannya begitu saja jatuh ke laut. Rasanya begitu kasihan melihat Poseidon dibunuh dengan brutalnya seperti itu.

Kratos menghajar Poseidon, dalam sudut pandang Poseidon.
Tubuh Poseidon meluncur cepat menghujam laut, dengan gelombang-gelombang air mengelilinginya, seakan mengantarkan kepergiannya untuk selama-lamanya. Kesedihan akan kehilangan sang penguasa tampaknya dirasakan benar oleh samudera, membuat lautan meluap tinggi begitu tubuh Poseidon menyentuh permukaan, memercikkan air yang begitu besar. Banjir besar pun segera menyelimuti sekitar Mount Olympus, dengan Kratos memandang tenang. Gaia lantas muncul menawarkan kepada Kratos untuk memanjat tangannya menemui Zeus. Gaia bergerak perlahan hingga tiba di puncak Mount Olympus.

Kratos bergerak meninggalkan Gaia, naik ke balkon tempat para dewa tadi berkumpul. Di sana Zeus telah menunggu dengan pongahnya. Di sini terjadi percakapan antara ayah dan anak, yang berujung pada pertengkaran keduanya. Pada akhrinya  Zeus tak mampu menahan emosinya dan mengelurkan kemarahannya. Pemimpin para dewa Yunani itu lantas melompat ke langit, memunculkan awan hitam pekat bergemuruh dengan halilintar mengelilinginya. Zeus lantas turun mendarat di atas patung yang ada di sana, menghisap awan-awan hitam ke dalam tubuhnya. Dia menghasilkan sebuah tombak halilintar legendarisnya yang telah siap untuk dilemparkan. 

Zeus dengan halilintarnya.
Dengan cepat Zeus melemparkan tombak halilintar itu ke arah Gaia, menghasilkan efek dahsyat yang menghempaskan Gaia dan juga Kratos. Keduanya kini terjun bebas ke bawah, dengan Gaia berhasil bertahan di tebing. Kratos yang susah payah bertahan di tebing lantas meminta bantuan Gaia, namun Gaia menolaknya, mengatakan bahwa dia tidak lagi membantu Kratos dan penghancuran Zeus sekarang menjadi urusan para Titan, di mana keberadaan Kratos sudah tidak diperlukan lagi. Tidak terima dengan penolakan Gaia, Kratos marah namun tidak dapat berbuat apa-apa ketika akhirnya dia tidak dapat bertahan di tubuh Gaia, kembali terjun bebas ke bawah sembari meneriakkan nama Gaia dengan begitu kerasnya.

Teriakan itu pun menjadi akhir satu jam waktu saya memainkan game God of War III.  Ya, tanpa terasa waktu satu jam telah terlewati saking serunya memainkan game ini. Lagi-lagi sebuah game yang membuat saya larut cukup dalam hingga lupa waktu. Seperti biasanya, sekarang saatnya saya untuk mengulas game ini dari berbagai segi untuk kemudian membuat kesimpulan apakah game ini layak dimainkan ulang atau tidak. Saya akan mulai dari segi grafis, yang seperti sudah saya sebutkan di awal, merupakan salah satu kekuatan dari game ini.

Kemarahan Kratos begitu terasa.
Memaksimalkan kemampuan yang dimiliki konsol PS3, God of War III hadir sebagai sebuah game dengan tampilan yang begitu memukai, paling memukau mungkin sejauh yang saya lihat di PS3. Setiap lingkungan dalam game ini digambarkan begitu detail, memberikan kesan dunia para dewa sebagaimana yang sering saya baca dan lihat dalam dongeng-dongeng Yunani. Bukan hal yang mudah mewujudkan kisah para dewa tersebut ke dalam sebuah visualisasi tiga dimensi yang apik, sehingga saya yakin Santa Monica Studio telah melakukan riset yang begitu mendalam untuk bisa menghasilkan karya secemerlang ini.

Penggambaran visual setiap karakternya pun begitu ikonik, dengan ciri-ciri khas kreasi baru tanpa melenyapkan elemen ‘kedewaan’ yang telah lekat dengan masing-masing karakter. Jujur saja saya terkesima dengan bagaimana Poseidon digambarkan serta terkagum-kagum saat melihat intrepretasi sosok Hades penguasa dunia bawah yang belum sempat saya hadapi dalam satu jam permainan ini. Setiap pernik yang menempel dalam karakter-karakter ini buat saya sukses menciptakan imaji dewa yang dikenal begitu kuat dan berkuasa.
Gaia mengingatkan pada Ent dari The Lord of the Rings.
Singkatnya, aura dewa tersebut dapat tersampaikan kepada para gamer yang memainkannya, setidaknya itulah yang saya rasakan. Pun dengan gambaran Titan yang menurut saya begitu impresif. Pengembang game ini terlihat begitu niat menampilkan detail berupa lekuk-lekuk serta celah-celah yang ada di tubuh Gaia, misalnya, sampai sekarang masih membuat saya terkagum-kagum. Di satu sisi Titan terlihat begitu hidup, sementara di sisi lain Titan terlihat begitu mati. Ini mengingatkan saya dengan karakter Ent yang ada dalam trilogi populer ‘The Lord of the Ring’ karangan JRR Tolkien.

Latar dalam game ini juga digambarkan begitu baik, dengan atmosfer yang begitu kelam sukses tersaji membawa saya larut di dalamnya. Awan hitam, halilintar, samudera, serta berbagai efek lainnya, seakan menjadi pertanda bagi kehancuran Olympus. Menariknya keindahan latar ini dapat berpadu secara real-time dengan aksi yang terjadi di sepanjang permainan. Begitu juga dengan pergerakan animasinya, terlihat sangat halus baik dalam jarak dekat maupun jarak jauh. Efek-efek grafisnya begitu memukau, khususnya saat pedang berantai milik Kratos berayun-ayun menyayat setiap musuh yang ada, menciptakan kilatan-kilatan merah melingkar yang begitu memuaskan.

Pergerakan kamera begitu dinamis menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Pergerakan kamera dalam God of War III bisa dibilang begitu pas, sama sekali tidak memusingkan dan membingungkan saya. Sudut pandang kamera bergerak dinamis dengan cepat, membuat saya bisa segera beradaptasi dengan peralihannya, bisa segera melakukan aksi tanpa membuang-buang waktu. Perpaduan antara momen aksi dan setiap cutscene yang ditampilkan terasa natural, memiliki batas waktu kapan saya mesti beraksi dan kapan saya mesti menikmati jalinan ceritanya. Sehingga, memainkan God of War memberikan sebuah sensasi sinematik yang menyenangkan, di mana dalam hal ini saya menyaksikan sebuah opera sembari memainkan gamenya secara interaktif.

Dari departemen suara, tak ada satupun yang mengecewakan sejak pertama kali game ini bergulir. Alunan musik orkestra yang begitu menghentak sekaligus bikin merinding telah menyambut saya sejak opening credit, berlanjut dengan suara gemuruh di layar judul yang cukup membuat bertanya-tanya tentang apa yang akan saya temui dalam permainannya. Dalam permainan utamanya, alunan musik orkestra ini masih terus berlanjut, berpadu dengan efek-efek suara dan voice acting yang menawan. Kombinasinya sangat tepat, sanggup memberikan kesan keras, brutal, kelas, dan penuh aksi. Untuk voice actinya sendiri buat saya sudah cukup menghidupkan para karakter-karakter yang diwakilinya, khususnya Kratos yang begitu terasa kemarahannya.

Button-mashing ada di mana-mana.
Untuk kontrolnya, buat saya tidak ada masalah. Respon serangan begitu baik, begitu cepat, sangat pas dengan tempo game ini yang memang sangat cepat. Saya tidak menemukan kekurangan dalam skema kontrol yang diterapkan game ini, hanya saja beberapa instruksi tombol terasa kurang jelas pada beberapa titik, khususnya saat-saat di mana saya mesti berayun. Lalu juga untuk melakukan Icarus Glide, entah kenapa saya merasa dipermainkan oleh game ini. Pada lokasi-lokasi datar saya bisa melakukan gerakan ini dengan mudah, namun saat hendak melompati lubang, entah kenapa rasanya begitu sulit melakukannya sehingga beberapa kali saya terjatuh ke sana. Ya mungkin saja sayanya yang belum terbiasa dengan ini.

Dari segi narasi, God of War III memiliki jalinan cerita yang sangat menarik yang bakal membuat saya memainkannya hingga selesai, hanya demi mengetahui bagaimana akhir kisah Kratos dan para dewa Olympus. Meski terinspirasi kisah para dewa Yunani, namun cerita dalam game ini sendiri merupakan fiksi demi hiburan semata. Pintarnya, Santa Monica Studio bisa memanfaatkan punahnya kepercayaan pada dewa Yunani untuk menghasilkan kisah seepik ini. Saya memang belum memainkan game ini hingga tamat, namun melihat premis yang ada dalam satu jam permainan ini, ditambah kilas balik dua game sebelumnya, jelasnya kalau cerita dalam God of War III merupakan salah satu yang paling kaya di antara game-game sejenisnya.

Umat Islam menyembelih kambing dan sapi, Kratos menyembelih centaur.
Sebagai sebuah hack-and-slash, tentu God of War III memiliki tantangan tersendiri untuk ditaklukkan para gamer yang memainkannya. Sejauh ini yang saya lihat dari tingkat kesulitan normal yang saya ambil, tantangan yang tersaji terbilang tepat, tidak sulit ataupun terlalu sulit. Memang ada beberapa bagian yang pada awalnya membuat saya bingung sehingga mesti tewas, tapi dari situ akan terlihat pola-pola yang membuat saya bisa melewatinya tatkala mengulangi permainan. Rata-rata game dalam genre ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup membuat kesal, namun dengan adanya empat pilihan tingkat kesulitan, saya rasa God of War III bisa diakses siapa saja.

Tapi tunggu sebentar, saya ralat ucapan terakhir saya tadi. Dengan tingkat kekerasan yang terbilang tinggi, saya sangat tidak menyarankan anak-anak di bawah usia 17 tahun memainkan game ini. Kekerasan dalam game ini begitu vulgar, dengan berbagai efek cipratan darah yang buat saya sangat mengganggu. Belum lagi adegan-adegan mutilasi sadis yang bakal ditemukan hingga permainan ini berakhir. Lihat saja bagaimana pembantaian Poseidon oleh Kratos yang begitu brutal dan memilukan, apalagi disajikan dalam sudut pandang orang pertama, sudut pandang Poseidon yang membuat saya merasa bergidik. Jadi ya saran saya buat anak-anak, lebih baik jauhi game ini. Tapi karena gamer Indonesia itu pada ngeyel-ngeyel ya, so kalau kalian ngotot memainkan game ini, kalian tanggung sendiri risikonya dan jangan menyalahkan video game.

Jelas bukan buat anak-anak.
Lantas bagaimana dengan replay value yang membuat game ini berharga untuk dimainkan kembali? Jangan khawatir, hack-and-slash adalah genre yang menyenangkan yang tidak selalu saya jumpai di luaran sana. Genre memiliki gameplay sederhana yang terbilang adiktif dan bisa jadi sarana melampiaskan emosi di dunia nyata ke dalam permainan video. Sehingga jelas game ini menarik untuk dimainkan berkali-kali sekalipun pernah menamatkannya. Apalagi ada empat tingkat kesulitan, yang semestinya cukup untuk membuat para pemain game ini memainkannya dalam waktu yang lama. Kalau tingkat normalnya saja sudah sesolid ini, tentu bakal lebih sulit lagi pada tingkat kesulitan very hard, yang dalam game ini didefinisikan sebagai Chaos, alias kacau.

Kesimpulannya, God of War III adalah sebuah penutup yang sempurna dalam trilogi God of War ini. Well, setidaknya sampai muncul game keempatnya yang konon tidak lagi berlatar Yunani. Game ini memiliki semua hal untuk disukai, mulai dari gameplay yang sederhana namun adiktif, grafis dan suara yang memukau, hingga narasi yang begitu memikat. Hei, ini God of War III, apalagi yang diharapkan? Dua game sebelumnya saja sudah terbukti mampu menciptakan basis penggemar yang solid. Apa yang saya rasakan saat memainkan God of War pertama di PS2 bertahun-tahun yang lalu kembali saya temui dalam game ketiganya ini, yang terasa begitu sempurna dengan berbagai peningkatan yang ada.

Saya penasaran bagaimana Kratos akan membunuh Zeus.
Akhirnya, setelah satu jam bermain, saya pikir saya perlu kembali memainkan game ini bila kondisinya memungkinkan. Seperti yang sudah saya katakan di atas, saya penasaran dengan jalan cerita game ini yang menurut saya begitu epik. Pun begitu, rasanya begitu menyenangkan melakukan pembantaian dalam game ini dan hei, kapan lagi saya bisa membunuh para dewa kalau tidak lewat game ini? Dan ya, saya sangat penasaran bagaimana Kratos akan membunuh raja para dewa sekaligus ayahnya sendiri, Zeus. Kematian Poseidon aja sudah sesadis itu, apalagi nanti Zeus yang begitu dibenci oleh Kratos.

God of War III adalah game wajib bagi para pemilik PS3, dan ini wajib dimainkan para penggemar genre hack-and-slash. Bila kalian ingin mengetahui sejauh mana kemampuan PS3 dalam menyajikan grafis dan suara yang memukau, maka game ini adalah salah satu jawabannya. Tapi di satu sisi game ini mungkin tidak tepat untuk beberapa gamer karena tingkat kekerasannya yang buat saya terasa mengganggu. Dari skala 1 sampai 10, saya beri game ini nilai impresi 8 yang artinya layak untuk dimainkan kembali. Bagaimana dengan sahabat gamer? Apa kalian sudah pernah memainkan game ini? Saya Gamer Jalanan, terima kasih sudah membaca pengalaman saya ini dan... Salam Gamer! (gj)

*NB: Gambar-gambar screenshot diambil dari YouTube.

5 comments:

  1. gan mau manya kenapa tombol R1 pada saat buka peti gabisa ya ngadet gitu padahal stick nya normal aja, agan sendiri lagi main ada kendala seperti itu ga ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seingat saya gak ada kendala seperti itu. Sudah lupa, sudah lumayan lama juga sih mainnya.

      Delete
  2. gan pas lagi main ada kendala R1 gak pas lagi mau buka petinya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo ada masalah ini (Tombol R1 tidak bisa buka Chest atau dorong objek) artinya trouble wireless..
      Sambungkan stick PS3 dengan kabel USB-nya, semua akan kembali normal..

      Delete
  3. Gan saya main gamenya, tapi masih ditengah jalan, karna saya harus kerja jadi saya matikan gemesnya.
    Tapi gan saat saya menghidupkan lagi kok ulang dari awal iya gan.
    Gmn caranya menyimpan game kita.
    Supaya tidak terulang setiap buka game'ny

    ReplyDelete