Sunday, January 7, 2018

Nintendo DS, Setelah Satu Dekade (bagian 2)

Nintendo DS Lite milik saya.

Karena di luar dugaan cerita saya, Gamer Jalanan, tentang NDS ini begitu panjang, maka saya putuskan untuk membaginya menjadi dua bagian. Jadi buat kalian sahabat gamer yang hendak membaca catatan ini, pastikan kalian lebih dulu membaca bagian pertamanya di sini (klik).

Selepas kuliah, saya bekerja di sebuah bank di Samarinda. Dalam waktu luang saya di kantor, terkadang saya memainkan game-game NDS melalui emulator DeSmume. Biasanya game-game yang tidak membutuhkan kontrol layar sentuh, kebanyakan game RPG seperti Pokemon atau Dragon Quest. Pernah suatu ketika rekan saya memergoki saya sedang bermain game NDS lewat emulator dan menyebut saya suka memainkan game yang bercerita ketimbang game-game yang tak perlu membaca.

Kebiasaan memainkan game melalui emulator ini lantas berlanjut ketika saya pindah bekerja sebagai wartawan. Walaupun intensitasnya tidak semasif ketika bekerja di bank mengingat kesibukan saya mencari dan menulis berita. Sesekali saja saya memainkan game NDS di komputer kantor. Tujuannya pun bukan untuk mencari hiburan, melainkan lebih karena rasa penasaran dengan seperti apa game yang tengah banyak dibicarakan. Salah satunya Phoenix Wright: Ace Attorney.

Bicara bekerja tentu berbeda dengan saat masih mahasiswa dulu. Saya sudah memiliki penghasilan sendiri dan bisa membeli apa-apa yang saya inginkan. Namun tetap saja saya tidak punya niat untuk membeli NDS. Alasannya, karena waktu itu konsol terbaru penerus NDS, Nintendo 3DS baru saja dirilis. Tentu saya akan lebih memilih membeli 3DS ketimbang NDS yang eranya sudah mulai berakhir waktu itu. Apalagi 3DS bisa memainkan game-game NDS.

Phoenix Wright: Ace Attorney, salah satu game NDS favorit saya. (sumber gambar: engadget)
Sayangnya keinginan saya untuk membeli 3DS tersebut terpaksa saya urungkan. Harganya waktu itu terbilang mahal, yaitu mencapai Rp 3 jutaan. Karena memang waktu itu masih baru rilis, belum mengalami pemotongan harga dari Nintendo akibat kurang lakunya konsol ini. Meski punya penghasilan sendiri, harga Rp 3 jutaan tersebut masih saja terbilang mahal. Sehingga saya pikir-pikir untuk membelinya.

Ketika keinginan membeli itu ada, saya terhenti oleh nasehat orang tua. Saya sempat mengutarakan keinginan saya untuk membeli 3DS kepada ibu saya. Entahlah, walaupun saya berkuasa atas uang saya, saya tetap merasa perlu bertanya pada ibu saya. Mungkin karena kala itu saya berada dalam posisi membantu ibu untuk membiayai kuliah adik saya.

Ibu saya lantas menasehati saya untuk memikirkan hal-hal yang lebih penting ketimbang membeli video game. Mendengar itu, saya pun mengurungkan niat membeli 3DS. Ibu saya benar, masih banyak hal penting untuk dipikirkan. Sementara untuk bermain video game, saya masih bisa melakukannya di netbook saya. Selain itu, sebenarnya saya juga tidak memiliki arah yang jelas dalam keinginan membeli 3DS. Yang ada dalam pikiran saya waktu itu hanya ingin membeli konsol game terbaru. Cuma itu. Saya bahkan tidak tahu mau memainkan game apa di konsol generasi kedelapan tersebut.

Iklan 3DS yang cukup menarik perhatian. (sumber gambar: derekmartinez)
Di samping itu juga, sebagai wartawan, saya dihadapkan pada dilema. Di satu sisi saya ingin memiliki konsol game, namun di sisi lain saya menginginkan kamera untuk mendukung kerja saya. Uang Rp 3 juta itu cukup untuk membeli kamera. Dan pada akhirnya memang saya lebih memilih membeli kamera ketimbang 3DS. Sebenarnya kalau saya mau, saya bisa saja menabung. Namun karena keinginan untuk memiliki 3DS itu sirna, tak terbersit keinginan untuk menabung secara spesifik untuk membelinya.

Dari situ, keinginan untuk memiliki konsol game lenyap begitu saja. Kalaupun ingin bermain game, saya tinggal menumpang di komputer kantor untuk memainkan emulator NDS atau menyalakan netbook saya untuk memainkan game-game PC yang ringan. Nyatanya, padatnya kegiatan di perkerjaan membuat waktu luang saa untuk memainkan video game menjadi sangat terbatas. Jelaslah bagi saya waktu itu, konsol video game bukanlah hal yang saya inginkan untuk dibeli.

Hingga kemudian, keinginan untuk memiliki konsol video game tiba-tiba muncul begitu saja di tahun 2017. Keinginan masa kecil saya untuk bisa memiliki konsol video game tiba-tiba membuat saya galau. Saya ingat, almarhum ayah saya yang dulunya seorang gamer, memiliki konsol legendaris Nintendo, NES 8-bit. Entah kenapa saya ingin menjadi seperti ayah saya, yaitu bisa memiliki konsol video gamenya sendiri.

Konsol NES. (sumber gambar: the sun)
Bukan hanya alasan ingin menjadi seperti ayah, keinginan untuk bisa memiliki konsol game ini juga dikarenakan kondisi pekerjaan yang cukup membuat penat. Bagi seorang gamer seperti saya, video game adalah pelarian yang tepat untuk sekadar melepas lelah dan stres setelah seharian bekerja. Saya rasa, saya perlu memiliki konsol video game sebagai sarana rekreasi dan menyegarkan kembali pikiran ini. 

Beberapa konsol klasik dan modern pun muncul dalam benak saya. Saya ingin memiliki konsol video game sendiri, tapi yang menjadi pertanyaan adalah, konsol apa? Konsol-konsol klasik seperti NES, N64, GameCube, hingga Wii sempat menjadi pilihan untuk dibeli. Termasuk konsol portabel favorit saya, GBA. Kalian mungkin bertanya-tanya kenapa semua konsol tersebut berasal dari Nintendo, tidak ada PlayStation. Ya karena saya ini penggemar Nintendo. Serial-serial ikonik seperti Mario, Zelda, dan Pokemon menjadi alasan saya kenapa saya menginginkan konsol Nintendo.

Bukan hanya konsol klasik, konsol terkini pun sempat masuk dalam radar saya untuk dibeli. Yaitu Nintendo Wii U dan yang terkini, Nintendo Switch. Sayangnya, kendala harga yang masih terbilang mahal membuat saya berpikir keras untuk meluluskan keinginan saya (harga Switch masih Rp 6-jutaan). Apalagi sebagai seorang kepala rumah tangga (saya sudah menikah dan memiliki anak satu), ada lebih banyak kebutuhan yang mesti diprioritaskan ketimbang bermain video game. Sehingga keinginan untuk membeli Wii U atau Switch terpaksa saya tahan (atau mungkin saya kubur).

GBA Classic, 3DS Reg, dan NDS Phat. (sumber gambar: Vooks)
Sementara, konsol-konsol klasik seperti NES atau N64 mungkin harganya kini lebih murah. Namun masalahnya adalah mencari kaset-kaset atau cartridge gamenya kini sudah terbilang sulit. Apalagi judul-judul favorit saya terbilang langka di pasaran. Kalau mau, saya bisa impor dari luar tapi harganya akan jauh lebih mahal, apalagi untuk game-game yang langka yang bisa sangat mahal. Ditambah lagi, saya belum punya televisi di rumah. Kalau belum ada TV, lalu mau dipasang dimana?

Alhasil, pilihan jatuh pada konsol handheld portabel. Antara GBA, NDS, atau 3DS/2DS. Pilihan yang sulit, mengingat masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Namun setelah menimbang lama, akhirnya pilihan jatuh pada NDS, tepatnya NDS Lite. Alasannya adalah NDS Lite memiliki slot cartridge GBA yang artinya bisa memainkan game-game GBA. Artinya lagi, dengan saya membeli NDS Lite, maka saya sama saja membeli GBA.

Well, sebenarnya saya ingin membeli 3DS/2DS mengingat konsol ini merupakan generasi terkini. Sayangnya, harganya masih relatif mahal. Harga bekasnya yang masih memiliki kualitas bagus rata-rata Rp 1,5 jutaan. Sebenarnya angka ini bukan angka yang mustahil untuk bisa saya beli, namun sekali lagi, sebagai kepala keluarga saya memiliki tanggung jawab dan hal-hal yang mesti diprioritaskan terlebih dulu. Apalagi belakangan ini saya sedang mengalami masalah finansial yang membuat sulit bagi saya untuk menabung demi sebuah hobi.

Emulator DraStic memainkan Dragon Ball Z: Super Sonic Warriors 2. (sumber gambar: drasticemulatorapk.org)
Dari pertimbangan-pertimbangan itulah, keinginan untuk memiliki NDS akhirnya muncul kembali setelah satu dekade lamanya terlupakan. Sejatinya, saya bisa dengan mudah memainkannya lewat ponsel pintar saya melalui emulator DraStic. Namun, ada dua kendala yang membuat saya mesti membeli konsol fisik aslinya ketimbang bermain lewat emulator di ponsel. Pertama, ponsel saya terbilang boros batere, tidak kuat digunakan bermain game lama-lama. Pun begitu, fungsi utama ponsel saya adalah untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Tentu akan sangat mengganggu ketika ponsel saya kehabisan batere sementara ada pesan penting yang harus saya kawal.

Alasan kedua adalah, tombol NDS yang dikonversi ke dalam tombol layar sentuh di emulator ponsel tidak memberikan perasaan yang sama sebagaimana bermain di konsol aslinya. Sehingga, menjadi sulit untuk ditekan khususnya pada game-game yang membutuhkan banyak gerak ketangkasan seperti Mario Kart DS, New Super Mario Bros., Contra 4, dan Tetris DS. Padahal Tetris DS adalah game yang paling ingin saya mainkan untuk melepas stres setelah bekerja atau saat ingin membunuh waktu. 

Di masa lalu menggunakan emulator bukan menjadi masalah bagi saya. Karena saya waktu itu masih lajang, sehingga bukan menjadi masalah bagi saya untuk berlama-lama di kantor bahkan sampai malam, demi menyelesaikan suatu permainan. Berbeda dengan sekarang, saya memiliki keluarga yang selalu menunggu saya cepat pulang ke rumah. Bedanya lagi, dulu saya merupakan penggemar game RPG. Sedangkan saat ini saya tidak punya waktu untuk memainkan game RPG. Saya terlalu sibuk untuk membuang-buang waktu dengan random encounter dan durasi permainan yang memakan waktu berjam-jam. Pada posisi saya saat ini, game-game kasual, puzzle, dan action lebih menjadi pilihan.

GTA Chinatown Wars, salah satu game yang sangat ingin saya mainkan di NDS. (sumber gambar: invisible gamer)
Dari nongkrong di beberapa grup komunitas game di Facebook, saya mengetahui bila harga NDS bekas berada dalam kisaran Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribuan. Terbilang murah dibandingkan konsol-konsol portabel lainnya. Sayangnya, banyaknya kebutuhan di sepanjang 2017 membuat untuk saya begitu sulit untuk bisa mengumpulkan uang segitu. Selalu saja ada kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak dan prioritas. Keinginan memiliki NDS pun akhirnya terpaksa saya redam.

Hingga kemudian pada Desember 2017 lalu, seseorang menawarkan NDS Lite dengan harga Rp 300 ribu di salah satu komunitas NDS. Setelah melalui perbincangan singkat dengan empunya barang, saya setuju untuk membeli NDS Lite tersebut. Kebetulan saya mendapat rezeki yang tidak diduga-duga. Setelah berdiskusi dengan istri, akhirnya saya tekadkan untuk membeli NDS Lite tersebut. Mumpung ada yang murah, dan mumpung ada uangnya.

Akhirnya, NDS Lite tersebut tiba di tangan saya pada 28 Desember 2017. Saya cukup senang mendapati kondisi NDS Lite dengan flashcart Edge tersebut cukup mulus. Game-game yang sudah sangat lama ingin saya mainkan pun saya masukkan ke dalam flashcart. Tetris DS, Mario Kart DS, New Super Mario Bros., dan jangan lupakan pula Pokemon, akhirnya bisa saya mainkan dengan sangat lancar di konsol aslinya.

Memainkan game-game NDS di konsol aslinya memang sangat jauh berbeda dengan via emulator. Khususnya game-game yang menggunakan vitur layar sentuh seperti Rhythm Heaven dan Elite Beat Agents. Game-game yang awalnya membuat saya frustrasi ketika memainkan di emulator, kini terasa sangat menyenangkan dan adiktif ketika saya memainkannya di NDS Lite. Pun begitu dengan Grand Theft Auto: Chinatown Wars yang sudah dari dulu sangat ingin saya mainkan.

Keinginan untuk memainkan game Tetris DS di konsol aslinya akhirnya terwujud.
Akhirnya setelah sepuluh tahun lebih, sebersit keinginan untuk bisa memiliki NDS dapat terwujud. Saya tidak pernah menyangka hari itu akan tiba, hari di mana untuk pertama kalinya sejak NES puluhan tahun lalu, saya kembali bisa memiliki konsol game asli dari Nintendo. Setelah sebelum-sebelumnya memiliki konsol-konsol clone Nintendo, salah satunya klon GBA SP yaitu V-Com Portable VCP-8032 yang layarnya kini rusak dan entah berada di mana sekarang (bila memungkinkan saya akan mengulasnya dalam artikel terpisah).

Kini NDS Lite selalu saya bawa kemana-mana. Menjadi pengisi waktu luang yang sangat menyenangkan di sela-sela pekerjaan. Juga menjadi pelepas penat dan stres yang sangat mujarab setelah seharian lelah bekerja. Game-game seperti Tetris DS, Zoo Keeper, dan Rhythm Heaven, menjadi judul-judul yang sering menjadi pilihan untuk saya mainkan. Bersama dengan judul-judul game serius semacam Grand Theft Auto: Chinatown Wars, Pokemon Black 2 Version, dan New Super Mario Bros.

Bagi saya saat ini, cukuplah NDS Lite sebagai konsol game yang akan saya mainkan. Bila memungkinkan di masa depan, saya berharap bisa memiliki konsol-konsol idaman saya lainnya, seperti N64, 2DS XL, dan tentu saja: Switch. Kesimpulannya, itulah tadi cerita pengalaman saya, Gamer Jalanan, tentang perjalanan saya hingga akhirnya bisa memiliki NDS Lite. Sebuah keinginan yang terwujud setelah terbersit pada lebih satu dekade lalu. Saya Gamer Jalanan…. Salam Gamer! (SELESAI-gj)

13 comments:

  1. nice post.
    saya juga sempat kepikiran ingin membeli console video game, dan akhirnya saya memutuskan untuk membeli ndsi XL mengingat saya sekarang sudah bekerja, dalam waktu dekat ini saya mengincar 3ds xl.. masih menabung untuk beli 3ds xl..
    Btw salam kenal.
    saya juga penggemar consol nintendo karena game kesukaan saya hanya ada di nintendo, zelda, kirby, dan tentunya metroid

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal. Maaf baru balas karena kesibukan. Wah, asyik bisa ketemu sesama penggemar game-game Nintendo. Kalau saya sih mengincar New 3DS XL atau 2DS/New 2DS XL. :D

      Delete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. salam kenal ya 😂😂

    emang menurutku Nintendo the best soal game-game dengan alur cerita yang seru. dlu tahun 2016 sempet punya NDSi tp rusak dan baru beli lagi NDS lite tahun 2018. pengennya sih beliin adek2ku supaya bisa main multiplayer di game macam mario kart dan bomberman. sukses terus admin!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga. Terima kasih sudah mampir. :D
      Beliin lah kalau ada uang. Sekarang banyak yang murah kok, kisaran Rp 200 ribu-Rp 300 ribuan. Pasti gak akan nyesel karena game-game NDS itu gak lekang oleh waktu, termasuk juga game-game multiplayer-nya seru-seru.

      Delete
    2. Aamiin. Sukses juga buat kamu. Terima kasih doanya. ;)

      Delete
  4. terimakasih atas infonya jangan lupa kunjungi blog saya ; https://posthigher.home.blog/ dan jangan lupa cek website kampus saya ; ppns.ac.id

    ReplyDelete
  5. Wah mirip-mirip dengan saya, bedanya karena saya sudah berpenghasilan sendiri jadi saya bisa membeli Nds (saat itu Ndsi regular) lalu sampai sekarang jd hobi koleksi konsol genggam hehhehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Koleksi konsol genggam memang menyenangkan. :D

      Delete
  6. Sya skrang lgi nunggu nintendo ds lite,ditoko online,smoga awett

    ReplyDelete
  7. Terharu Gan denger cerita ini... Secara sy juga pengen banget punya NDS dan 3DS... tapi bener Gan,, balik lagi harus mikir anak istri dulu jadi prioritas.. akhirnya sy beli Switch biar bisa main sekeluarga.. tapi dalam hati tetep aja pengen beli NDS...tapi ya nabung dulu..entah kapan kebelinya.. hehe.. semoga Agan masih main Nintendo sampai sekarang..!! Semangat!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siip.... Semoga NDS-nya segera terbeli. Aamiin...

      Delete