Sunday, January 7, 2018

Nintendo DS, Setelah Satu Dekade (bagian 1)

Nintendo DS Lite milik saya.
Halo sahabat gamer, saya Gamer Jalanan, rasanya sudah sangat lama sejak saya menulis artikel terakhir di blog ini. Mungkin sudah ada satu tahun lebih ya saya hiatus menulis di blog ini. Terkahir saya menulis Oktober 2016, dan sekarang sudah Januari 2018 saja. Well, bagi para pembaca setia blog Gamer Jalanan, saya minta maaf atas kekosongan di blog ini selama satu tahun lebih, karena saya disibukkan dengan pekerjaan saya setelah saya kembali menjadi seorang kuli tinta.

Menariknya adalah, meskipun tidak ada update hingga waktu yang begitu lama, tapi saya perhatikan jumlah like di fanpage Gamer Jalanan yang ada di Facebook terus bertambah dari waktu ke waktu. Sehingga saya cukup percaya diri untuk menyimpulkan bahwa artikel-artikel dalam blog ini rupanya banyak yang membaca. Bukan tidak mungkin bila sahabat gamer menunggu artikel-artikel terbaru di blog ini.

Untuk itu, di awal tahun 2018 ini, saya akan mulai mengupayakan mengisi kembali blog Gamer Jalanan. Semoga saja di sela-sela kesibukan saya, saya masih bisa meluangkan waktu mengisi satu hingga dua artikel baru dalam sebulan. Doakan saya ya Gamer Jalanan. Dan untuk mengawali tahun baru ini, saya akan menulis kisah penantian saya selama sepuluh tahun untuk bisa memiliki konsol portabel terlaris dari Nintendo, Nintendo Dual Screen atau lebih populer disingkat NDS.

NDS adalah mesin game atau konsol handheld portabel buatan Nintendo yang hadir di generasi ketujuh dalam sejarah industri video game dunia. Dirilis pertama kali pada 2004, NDS dikenal dengan inovasinya yang menampilkan dua layar (dual screen) dan memperkenalkan fitur layar sentuh (touch screen) kepada dunia game. Jadi jauh sebelum era smartphone android yang kental dengan layar sentuh, NDS sudah terlebih dulu hadir membawa fitur ini.

Keluarga NDS, dari kiri ke kanan: NDS Phat, NDS Lite, dan NDSi. (foto: Matt Jerome/flickr)
Konsol ini merupakan penerus konsol Game Boy Advance (GBA), walaupun awalnya Nintendo menyebutnya sebagai platform pilar ketiga setelah konsol rumahan dan konsol portabel mereka. Dengan beragam fitur seperti layar sentuh, mikropon, konektivitas tanpa kabel (wireless connection), bahwakn peramban (browser) internet, Nintendo mengklaim bila NDS bukan hanya ditujukan kepada para gamer. Melainkan juga kepada non gamer yang belum pernah bermain video game.

Konsep ini direalisasikan melalui game-game kasual yang ringan namun seru untuk dimainkan seperti serial Brain Age, aneka game berbasis irama (rhythm) seperti Rhythm Heaven dan Elite Beat Agents, hingga game visual novel yang begitu memikat seperti serial Phoenix Wright: Ace Attorney. Di satu sisi, NDS juga didukung kehadiran banyak serial game populer untuk para gamer kawakan, seperti serial Pokemon yang tidak pernah absen dalam mesin portabel Nintendo, ikon-ikon Nintendo seperti Super Mario, Donkey Kong, Metroid, serta game-game dari developer kenamaan seperti Final Fantasy, Grand Theft Auto, hingga Call of Duty.

Seolah belum cukup, NDS hadir dalam kemampuan kompatibilitas mundur (backward compability) yang mampu memainkan game-game GBA. Artinya, dengan konsol ini para gamer maupun non gamer bisa memainkan banyak sekali game, mungkin jumlahnya mencapai dua ribuan dan sebagian besar adalah game-game berkualitas. Ya walaupun ini hanya berlaku untuk dua varian pertamanya yaitu NDS pertama (yang populer dengan sebutan “NDS Phat”) dan NDS Lite (versi yang lebih ringan). Tidak berlaku untuk NDSi dan versi besarnya, NDSi XL.

Bahkan Professor X memainkan NDS. (sumber: pinterest)
Dengan beragam fitur tersebut, tidak mengherankan bila NDS banyak diburu, bukan hanya oleh kanak-kanan ataupun remaja, melainkan juga oleh orang dewasa. Bahkan ada kakek dan nenek ada yang memilikinya untuk memainkan game-game asah otak atau game-game kasual lainnya. Maka jangan heran bila konsol ini lantas menjadi konsol Nintendo terlaris sepanjang masa, serta konsol video game terlaris kedua sepanjang massa setelah PlayStation 2. Dengan catatan penjualan mencapai 154 juta unit di seluruh dunia.

Oke, cukup untuk perkenalan tentang NDS, sekarang beralih ke pengalaman saya tentang sistem ini. NDS pertama kali saya ketahui di tahun 2006, saat saya duduk di bangku kuliah, ketika membaca majalah HotGame. Game-game Pokemon terbaru menjadi alasan kenapa saya kemudian tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang konsol ini. Setelah menamatkan game-game Pokemon di GBA, saya penasaran dengan game Pokemon terbarunya kala itu, Diamond & Pearl.

Tentu dengan kocek mahasiswa, sulit bagi saya untuk bisa memiliki konsol dua layar ini. Lagipula saat itu saya tidak terlalu tertarik membeli NDS, mengingat saya hanya penasaran dengan game Pokemon saja. Memang saya sempat membaca ulasan di HotGame tentang beberapa game menarik di NDS, tapi tidak ada yang membuat saya tertarik untuk membelinya. Apalagi kala itu sudah mulai muncul emulator untuk NDS, yang pertama kali saya ketahui yaitu iDeaS.

IDeaS emulator memainkan salah satu game favorit saya, Zoo Keeper. (sumber gambar: softonic)
Well, sebagai emulator yang pertama kali muncul, iDeaS memiliki kemampuan yang sangat buruk. Pergerakannya lambat dan interface yang sangat buruk. Saya sempat menjajal Pokemon Diamond lewat emulator ini, namun saya berhenti menggunakannya mengingat kecepatan emulasinya yang membuat saya kehilangan semangat bermain. Sehingga untuk beberapa saat, saya melupakan tentang NDS dan lebih banyak menghabiskan waktu luang dengan game-game retro.

Hingga kemudian di tahun yang sama, paman saya yang merupakan warga negara Jepang, Akihito Shigeno, terlihat memainkan sebuah gadget. Beliau memainkan Sudoku. Anak-anak beliau, yang merupakan sepupu saya, tampak berebut ingin memainkannya. Waktu itu saya belum sadar kalau gadget tersebut adalah NDS Lite. Karena paman saya itu memainkannya dalam posisi open book. Yang ada dalam pikiran saya kala hanya game Sudoku yang dimainkannya, mengingat waktu itu saya sedang gandrung dengan Sudoku, permainan angka yang begitu mengasyikkan.

Pada akhirnya saya menyadari gadget tersebut adalah NDS Lite, dan game yang dimainkan paman saya adalah Brain Age, game yang sebelumnya hanya saya ketahui dari informasi di HotGame. Saya menyadarinya ketika sepupu-sepupu saya menantang saya memainkannya untuk mengetes sejauh mana kecerdasan saya dalam game ini (well, pertama kali memainkan Brain Age, saya dapat hasil orang berjalan kaki, cukup memalukan).

Contra 4, salah satu game yang begitu menantang di NDS. (sumber gambar: endgadget)
Sejak saat itu, saya sering meminjam NDS Lite tersebut dan memainkan game-game yang ada di dalamnya. Di antaranya Contra 4 dan Pokemon Diamond. Saya meminjamnya ketika sepupu-sepupu saya sedang memainkannya. Nobuo dan Akio, dua anak paman saya yang paling banyak memainkannya. Saya biasanya ikut-ikutan nongkrong melihat mereka berdua bermain, sambil sesekali mencoba meminjam dari mereka sebentar saja. Saya lantas mengetahui bahwa NDS bisa memainkan game-game GBA ketika Nobuo memasukkan cartridge GBA di slot depan NDS untuk memainkan game Super Mario Advance 4 dan The Incredibles.

Walaupun sudah mengetahui seperti apa NDS, tapi belum ada keinginan untuk bisa memilikinya. Selain karena kantong anak kuliahan yang cekak, juga karena saya waktu itu lebih tertarik dengan game-game PC seperti Counter-Strike atau Age of Empires. Ditambah lagi, emulator NDS yang lebih stabil sudah mulai muncul kala itu, DeSmume dan No$GBA. Ketika saya hendak memainkan game-game NDS khususnya Pokemon, saya bisa menggunakan emulator.

Tapi tidak benar juga sih kalau saya tidak punya keinginan untuk memiliki NDS. Keinginan itu pernah ada, terbersit saat pertama kali melihat paman saya memainkan Sudoku dalam game Brain Age. Sebagai penggila Sudoku, saat melihat paman saya memainkannya di NDS, saya sempat berkata dalam hati saya bahwa suatu saat nanti saya pasti akan memainkan Sudoku seperti yang dilakukan paman saya. Dan tanpa saya duga, sebersit keinginan tersebut akhirnya terwujud, satu dekade atau sepuluh tahun kemudian. (bersambung ke bagian 2)

2 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete