Sunday, September 1, 2019

Berhenti Total dari Kecanduan Video Game Online

ilustrasi
VIDEO game online adalah candu. Kalimat ini terasa tepat dalam menggambarkan bagaimana sebuah video game online mampu membuat para pemainnya terpaku berjam-jam lamanya di layar monitor, entah itu di smartphone atau di komputer. Saking asyiknya dengan permainan di dunia maya, membuat para pemainnya melupakan semua aktivitas mereka di dunia nyata.

Candu video game online memang sudah sedemikian parahnya. Bukan hanya menimpa anak-anak atau remaja, orang dewasa pun bahkan yang sudah berkeluarga tak luput dari paparan adiksi yang begitu “mematikan” dari video game online. Maka jangan heran bila kita akan mendapati berita-berita di media massa, di antaranya bertutur tentang hal-hal buruk yang diakibatkan karena kecanduan video game online. Di antaranya bahkan sampai menyebabkan kasus pembunuhan. Naudzubillahimindzalik.

Memang sejatinya video game, yang dimulai dari video game offline, awalnya berfungsi sekadar sarana hiburan. Namun di era teknologi kekinian yang berbasis internet alias online, perannya sekarang jauh lebih besar dari sekadar hiburan. Banyak yang terlena dan tenggelam dalam permainan video sehingga fungsi asal video game pun bergeser dari sekadar hiburan menjadi pelarian yang absolut, menjadi sarana pencapaian yang tak nyata dan mengalihkan dari dunia sebenarnya.

PUBG, salah satu game online yang tengah populer yang memunculkan kecanduan.
Diakui, video game kala ini sudah bisa menjadi mata pencarian sendiri bagi para pemainnya. Mulai dari menjadi atlet esports profesional, hingga melalui streaming di akun-akun media sosial berbagi video. Akan tetapi yang demikian itu masih sangat jarang di Indonesia ini. Jumlahnya masih kalah sangat banyak bila dibandingkan dengan para pemain yang “kehilangan jalannya” di dunia mayanya video game online. Maka jangan heran bila kencanduan video game dengan dampak-dampak buruk yang menyertainya masih menjadi momok menakutkan pada industri kreatif ini.

Saya, Retro Lukman Gamer Jalanan, adalah salah satu contoh dari sekian banyak pemain yang mengalami kecanduan akan video game online. Walaupun belum separah para gamer kebanyakan yang kini seakan tak dapat hidup tanpa bermain game. Namun begitu, kecanduan video game online ini sempat mengganggu kehidupan saya. Apalagi saya sudah berkeluarga dan memiliki anak. Karenanya, saya bersyukur pada akhirnya bisa mengatasi adiksi saya tersebut.

Command & Conquer: Rivals yang membuat saya kecanduan.
Kecanduan saya itu semua bermula dari kegemaran saya terhadap serial real-time strategy (RTS) yang pernah popular di masa lalu, Command & Conquer (C&C). Nah, kira-kira setahun yang lalu, versi mobile dan online dari serial ini hadir di perangkat android, yaitu C&C Rivals. Saya pun mengunduh dan memainkan game ini, yang di kemudian hari menimbulkan adiksi yang menurut saya cukup parah. Ya benar sekali, saya hampir selalu memainkan game ini di waktu senggang saya.

Awalnya saya memainkan game ini sepulang kerja. Beratnya beban pekerjaan saya yang mengharuskan saya standby hingga larut malam membuat C&C Rivals menjadi hiburan pelepas penat yang sangat pas. Namun karena memainkan game ini pula, saya jadi sering pulang larut malam ke rumah ketika seharusnya saya bisa pulang lebih cepat. Ketika saya pulang ke rumah, istri dan anak yang semestinya mendapat perhatian dari saya sudah terlelap, menunggu kedatangan saya.

Candu video game online bisa membuat pasangan terabaikan.
Kalaupun saya pulang cepat, di waktu senggang saya lebih memilih menghabiskan waktu memainkan game ini ketimbang berinteraksi dengan istri dan anak saya. Saya enggan membantu pekerjaan rumah tangga, juga enggan mendampingi anak dalam kegiatannya di rumah. Walaupun pada akhirnya saya tetap melakukan pekerjaan rumah dan mengurus anak, setelah istri saya mengomel terlebih dahulu. Membuat saya terpaksa membiarkan permainan online saya begitu saja sehingga hasil duel online berakhir dengan kekalahan saya.

Ya, permainan online yang real-time merupakan magnet utama kenapa para pemain game online, termasuk saya Retro Lukman Gamer Jalanan enggan mengalihkan perhatian dari layar monitor. Karena permainan seperti ini tidak bisa di-pause, tidak bisa dihentikan sementara sebagaimana video-video game offline di konsol retro zaman dahulu.

Kecanduan video game online bisa membuat anak membangkang.
Makanya jangan heran bila banyak anak yang menjawab “nanti dulu” ketika dipanggil orang tuanya. Mereka enggan meninggalkan permainannya karena dampaknya akan menghasilkan kekalahan mereka di game online. Karena kalau kalah di game online, bisa turun peringkat dan perjuangan selama ini menjadi sia-sia, setidaknya mungkin itulah alasan para gamer online. Demi mengejar “prestasi” tak nyata, rela mengorbankan prestasi yang sebenarnya di dunia nyata.

Tak jarang mereka yang kecanduan akan menjadi emosi ketika permainannya diganggu. Kalau cuma sumpah serapah sih masih mending. Yang bahaya itu kalau sudah “dikuasai setan”, hingga tega berbuat kekerasan bahkan sampai pembunuhan. Dan ini pernah terjadi lho beberapa kali, termasuk salah satunya di Indonesia. Ada suami yang tega menganiaya istrinya sendiri hingga tewas hanya gara-gara kesal permainannya terganggu ketika sang istri yang baru melahirkan meminta tolong kepadanya.

Bila tidak dikendalikan, kecanduan video game bisa berbahaya.
Nah emosi seperti ini pun saya rasakan dalam kecanduan permainan saya. Beruntungnya, tidak sampai menguasai diri saya dan membuat saya kalap, hanya sebatas kesal. Rasanya sangat kesal ketika dipanggil istri atau anak, ketika saya sedang bermain dalam posisi tengah unggul. Tak jarang saya datang membantu istri atau anak dengan kondisi masih memegang ponsel di kedua tangan, mata tak berpaling dari layar monitor. Tentu hal ini menyebabkan istri dan anak saya kesal lantaran dianggap tidak serius dengan keluarganya dan lebih mementingkan video game.

Bukan hanya terhadap keluarga, game online bisa dibilang sukses dalam mengalihkan perhatian saya dari ibadah kepada Tuhan. Kerap kali saya menahan diri untuk bangkit melaksanakan salat jemaah, menunda-nunda salat lantaran sedang terpaku memainkan game online. Melihat kelakuan saya ini, istri kerap kali mengomeli. Menasehati perihal dosa dan hal-hal sejenisnya. Saya tak bisa menjawab apa-apa, karena saya akui saya memang salah. Saya beruntung memiliki istri yang begitu peduli dengan suaminya.

Kecanduan game juga bisa menyebabkan ponsel rusak.
Selain merusak hubungan dengan keluarga dan Tuhan, kecanduan ini juga merusak ponsel saya. Baterai ponsel Advan yang saya beli dengan tabungan saya itu menjadi bocor, merusak total ponsel android yang sehari-hari menemani pekerjaan saya. Gara-garanya, saya nekat memainkan C&C Rivals sembari menghubungkan ponsel ke charger. Pasalnya saya sangat sayang kalau tim saya dalam permainan C&C Rivals mengalami kekalahan, walaupun saat itu ponsel dalam kondisi baterai melemah. Alhasil saya pun harus mengikhlaskan ponsel saya itu yang kini sudah tidak dapat digunakan.

Namun bukannya berhenti, saya malah menambah daftar kecanduan saya terhadap game online. Yaitu setelah saya iseng mengunduh game online lainnya, Pokemon GO (PGO) pada ponsel baru saya, Xiaomi. Memang sebenarnya PGO merupakan game yang positif. Karena mengajak kita untuk berjalan kaki menjelajahi berbagai tempat demi menangkap Pokemon. Pun demikian, game ini juga mengajak kita untuk bersosialisasi lantaran ada fitur trade, battle, dan raid, yang membutuhkan partisipasi aktif dari banyak pemainnya.

Pokemon Go diam-diam menghanyutkan, bikin candu.
Akan tetapi kenyataannya bagi saya, setidaknya bagi saya, game ini cukup menyita waktu. Banyak waktu terbuang lantaran saya keasyikan memainkan game ini. Saya memainkannya dengan menempelkan ponsel di sepeda motor, sembari saya bepergian ke banyak tempat sesuai tuntutan pekerjaan saya. Namun karena PGO mensyaratkan pergerakan yang tak cepat untuk bisa mencatatkan meter perjalanan saya di game, alhasil saya mesti mengendarai sepeda motor saya dengan lebih pelan. Hal ini membuat jarak tempuh yang bisa saya capai dengan lebih cepat akhirnya menjadi lebih lambat padahal pekerjaan yang membutuhkan mobilitas yang tinggi.

Pun demikian, fitur GPS yang menjadi prasyarat memainkan PGO membuat ponsel saya menjadi lebih cepat panas dan lebih cepat kehilangan daya. Hal ini tentu berdampak pada pekerjaan saya yang menuntut saya selalu mobile dan menggunakan ponsel. Apalagi kala itu saya belum memiliki produk multifungsi Wanle Powebank yang bisa memainkan game-gameklasik Nintendo. Alhasil, saya jadi mati kutu dan terpaksa mematikan ponsel saya ketika indikator baterainya berubah menjadi merah. Pekerjaan saya pun terganggu.

Akhirnya momen yang diharapkan itu tiba.
Meski menikmati setiap permainan game online yang saya mainkan, pada kenyataannya saya ingin bisa menghentikan kebiasaan tersebut. Rasanya sangat susah, karena namanya sudah kecanduan, bawaannya selalu ingin menyalakan ponsel dan bermain game online. Saya sempat stres dibuatnya karena perlahan saya menyadari dampak buruk dari video game online ini. Sampai pada akhirnya momen “pertaubatan” itu pun muncul, ketika istri saya hendak melahirkan putri kedua kami, Juli lalu.

Dalam introspeksi yang saya lakukan, saya menyadari telah berbuat tidak baik kepada istri dan anak karena kegemaran saya akan game online. Karenanya saya tak ingin perhatian saya menjadi teralihkan pada momen-momen krusial persalinan istri saya. Karena saya meyakini, dalam kondisi seperti itu, istri dan anak saya sangat membutuhkan perhatian dan pertolongan. Baik dalam hal pekerjaan rumah tangga maupun mengurus keluarga. Setelah istri saya melahirkan, pasti dia akan kesulitan mengerjakan banyak hal.

Kisah nyata, saya menghapus game online saya di atas kereta api Brantas.
Maka dalam perjalanan di atas kereta apa menuju ke kampung halaman tempat istri melahirkan, saya membuat keputusan besar. Saya uninstall alias menghapus semua game online yang saya miliki di ponsel. Saya ingin ketika saya pulang, perhatian saya tercurah sepenuhnya kepada keluarga saya, khususnya putri saya yang baru lahir. Saya ingin memastikan video game online tidak merenggut saya dari keluarga saya. Karena selama game-game itu masih ada di ponsel, keinginan saya untuk memainkannya kembali akan terus ada.

Alhamdulillah, keinginan saya untuk mencurahkan diri saya kepada keluarga dapat terwujud. Saya menikmati momen-momen membahagiakan bersama istri dan kedua anak saya. Saya membantu setiap kebutuhan istri saya yang tengah memasuki masa nifasnya. Membantu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju dan sebagainya. Saya juga membantu mengurus keperluan putri pertama saya yang baru saja masuk Taman Kanak-Kanak bersamaan dengan kelahiran adiknya. Tak ada lagi kata “Nanti”, saya langsung datang ketika orang-orang terkasih saya ini membutuhkan saya.

ilustrasi keluarga.
Semua itu saya lakukan dengan ikhlas, sebagai tanggung jawab saya sebagai seorang suami, ayah, dan kepala keluarga. Tak ada sedetik pun waktu saya gunakan untuk bermain video game. Semuanya untuk istri tersayang yang sudah menyerahkan jiwa dan raganya demi melahirkan buah hati saya tercinta. Semuanya untuk anak saya yang begitu bergantung dan selalu bangga pada ayahnya. Termasuk putri kedua saya yang menariknya lahir sehari sebelum ulang tahun saya, seakan menjadi kado terindah untuk saya. Maka apakah saya masih bisa begitu tega mengabaikan mereka hanya demi kesenangan sesaat yang diberikan video game online?

Saya sempat tidak percaya bahwa pada akhirnya saya bisa mengatasi kecanduan saya terhadap video game online. Karenanya saya merasa bersyukur saya bisa berhenti total darinya. Karena saya menyadari bahwa usia saya tak lagi muda, waktu saya juga tak lagi banyak, pun dengan tanggung jawab saya sebagai kepala keluarga. Keberhasilan berhenti dari kecanduan game online ini tentu merupakan sebuah pencapaian yang berharga bagi saya untuk melanjutkan hidup yang lebih baik, apalagi setelah beragam masalah yang menerpa kehidupan saya.

Jalan hidup saya di dunia game adalah game retro. 
Meski begitu bukan berarti saya berhenti bermain video game. Tidak. Saya masih bermain video game. Karena saya akui, video game masih menjadi obat, masih menjadi hiburan bagi saya untuk sejenak melepaskan kepenatan hidup, sebagai sebuah sarana wisata yang menyegarkan setelah beratnya pekerjaan sehari-hari. Namun saya bukan lagi memainkan video game online yang penuh “toxic”. Melainkan kini saya hanya akan bermain game-game offline, terutama game-game retro yang sudah menjadi trademark saya, Retro Lukman Gamer Jalanan.

Karena game-game jenis ini potensi kecanduannya tak sebesar game online, serta lebih dapat dikendalikan. Salah satunya karena ada tombol “PAUSE” untuk menghentikannya sejenak saat dunia nyata memanggil. Maka tak ada alasan bagi saya untuk tidak berhenti bermain ketika tanggung jawab saya yang sebenarnya datang. Pun demikian game-game jenis ini memiliki akhir permainannya, yang membuat saya berhenti ketika saya sudah menamatkannya. Tidak seperti video game online yang akan terus memaksamu bermain selama ada rekan bermain lainnya di seberang sana.

Bermain game sekarang, tak seperti saat masih muda.
Lagipula di usia saya yang sudah tak lagi muda, melampaui kepala tiga, entah mengapa rasanya sudah malas sekali bermain video game yang offline. Rasanya tangan ini sudah enggan sekali menekan tombol-tombol kontrol video game. Kalaupun dipaksakan, rasanya tangan ini cepat lelah dalam menekan tombol-tombolnya. Pun demikian, mata saya juga sekarang ini sudah cepat lelah ketika memainkan video game offline. Kondisi ini menurut saya patut disyukuri, karena saya jadi bisa lebih mudah mengontrol diri saya ketika bermain video game offline.

Hal ini jauh berbeda dengan video game online yang entah kenapa bisa memaksa saya terus memainkannya hingga ponsel kehabisan daya. Sekalipun tangan ini sudah terasa panas, mata ini sudah terasa berair, kepala sudah terasa pusing, masih saja bisa untuk terus memainkannya. Ya mungkin karena efek dari hasrat untuk selalu menjadi yang terbaik dalam game online tersebut, bisa juga mungkin karena efek radiasi dari layar ponsel atau komputer yang faktanya mampu membuat kita begitu lekat memandangnya hingga berjam-jam lamanya.

Layar game over di game Dragon's Lair.
Makanya kecanduan game video online itu perlu diatasi. Karena kalau tidak bisa merusak kesehatan, kesehatan mental maupun kesehatan fisik. Pernah kan kita dengar ada yang bermain game online selama berjam-jam di warnet, tidak makan, tidak tidur, kemudian ditemukan meninggal dunia masih dalam kondisi di depan layar komputer. Ada juga di Tiongkok sana, seorang gamer perempuan menjadi buta karena terlalu sering bermain game di ponsel. Kan lucu kalau kita mesti sakit atau bahkan meninggal dunia hanya karena bermain video game yang awalnya hanya berfungsi sebagai hiburan belaka. Mati konyol namanya.

Mungkin ini saja pengalaman saya berhenti dari kecanduan video game online yang bisa saya bagikan kepada para sahabat gamer yang membaca blog saya ini. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kalian, khususnya bagi kalian yang tengah berupaya menghentikan adiksi video game online. Jangan menyerah, kalian bisa kok selama ada kemauan kuat dan tanggung jawab terhadap dunia nyata kalian. Kalau saya bisa, saya yakin kalian juga pasti bisa.

Nikmati waktu bersama keluarga kita.
Bersyukurlah kalian bila memiliki keluarga, entah itu ayah, ibu, kakak, adik, atau pasangan yang masih mau repot-repot mengingatkan tentang kecanduan video game. Karena mereka benar, kecanduan game bisa menimbulkan dampak yang buruk, sebagaimana sudah ditegaskan oleh WHO yang menyatakannya sebagai salah satu penyakit mental. Dan ini benar karena saya merasakannya sendiri. Perasaan tidak tenang apabila belum bermain video game, itu merupakan tanda-tanda penyakit mental itu. Syukurlah saya masih bisa mengatasinya.

Pastinya, kecanduan game ini bisa merebut kalian dari keluarga yang sangat menyayangi kalian. Maka pantaskah bila keluarga yang selalu ada untuk kalian, menyayangi kalian dengan tulus, kalian abaikan hanya karena sebuah permainan yang fana? Sayangi mereka, selagi kalian masih bisa menyayangi mereka. Karena kita tidak pernah tahu sampai kapan diri kita atau mereka hidup di dunia ini. Jangan sampai nanti menyesalinya ketika mereka sudah tidak ada lagi. Keluarga tetaplah yang lebih penting.

ilustrasi konsol video game.
Ingat, video game hanyalah sarana hiburan, tidak lebih. Kalaupun menjadi sarana mencari uang, gelutilah dengan serius tanpa memunculkan kecanduan yang merusak. Berhentilah bermain ketika kalian menyadari kalian sudah terjebak dalam candu video game. Karena kita tidak akan pernah tahu bagaimana nanti tatkala candu ini sudah menguasai diri kita. Jangan sampai kasus-kasus kekerasan akibat kecanduan video game terus berulang, karena sudah banyak korban yang jatuh sia-sia. Mari bermain video game dengan positif dan bertanggung jawab.

Bagaimana menurut Sahabat Gamer? Apa kalian juga pernah memiliki pengalaman terkait kecanduan video game? Atau kalian sedang berusaha lepas dari kecanduan video game online? Tidak ada salahnya berbagi dengan menuliskannya di kolom komentar lho. Saya Retro Lukman Gamer Jalanan… Salam Gamer! (gj)

No comments:

Post a Comment