Thursday, September 13, 2018

'Arena of Valor', MOBA Analog Penuh Keberanian


Halo Sahabat Gamer, saya Gamer Jalanan! Dalam ulasan kali ini, saya akan membahas game mobile yang sedang hangat-hangatnya di kalangan gamer Indonesia, Arena of Valor atau akrab disingkat AOV. Tak bisa dimungkiri bila popularitas game bergenre Multiplayer Online Battle Arena alias MOBA ini terus menanjak dari waktu ke waktu. Puncaknya saat gelaran Asian Games 2018 lalu, AOV menjadi salah satu electronic sports (eSports) yang dipertandingkan sebagai eksebisi.

Bagi para sahabat gamer yang merupakan gamer mobile, pasti tidak asing dengan AOV. Game ini merupakan salah satu MOBA Analog yang bisa dimainkan para gamer lokal, di samping Mobile Legend (ML) yang lebih dahulu populer di Indonesia. Walaupun sebenarnya AOV muncul lebih awal dari ML, cuma saja baru dibawa ke Indonesia oleh developer Garena di 2017. 

Pun begitu, sebelumnya AOV memiliki judul yang berbeda-beda untuk masing-masing negara. Game ini sempat dikenal dengan beberapa judul di antaranya “Honour of King”, “Realm of Valor”, "Strike of Kings", “King of Glory”, juga “Mobile Arena” untuk wilayah Indonesia. Namun Tencent Games selaku developer game ini pada akhirnya mengubah nama game ini menjadi satu, yaitu “Arena of Valor” yang kini berlaku secara universal di semua negara yang telah menikmatinya.


Sejatinya, saya Gamer Jalanan, sama sekali tidak berminat memainkan game-game MOBA Analog yang belakangan sedang tren di kalangan gamer Indonesia. Mulai dari gamer anak-anak, remaja, bapak-bapak, bahkan ibu-ibu, saya dapati keranjingan dengan game genre ini. Saking populernya, sampai ada lelucon “MOBA kok analog?” yang sering sekali saya temui viral di lini media sosial dan forum-forum gamer. Jujur saja, lelucon ini sangat lucu menurut saya, Gamer Jalanan, mungkin saya akan membahasnya di artikel lain.

Ada beberapa alasan yang membuat saya tidak tertarik untuk memainkan game MOBA Analog. Pertama, saya tidak terlalu suka game mobile, apalagi yang harus online untuk memainkannya. Kedua, saya bukan tipe gamer yang suka ikut-ikutan tren atau hype. Jadi ketika teman-teman saya sesama gamer pada sok kekinian main game-game yang ramai dibicarakan seperti Fate/Grand Order (FGO), Kantai Collection (Kancolle), Pokemon GO, hingga ML, saya tetap setia memainkan Tetris dan game pinball.

Arena of Valor, "MOBA kok Batman"?
Tapi dua alasan di awal itu bukan alasan yang utama. Alasan yang utama adalah, karena ponsel Android 3G saya yang kentang banget, alias cuma punya RAM 512 GB. Manalah kuat main game-game MOBA Analog dengan RAM segitu? Wkwkwk... 

Hingga kemudian beberapa waktu lalu, mungkin sekira dua bulanan yang lalu, saya memaksakan diri untuk membeli ponsel Android baru, demi mencari fungsi 4G. Walaupun awalnya saya tidak berminat untuk membeli ponsel baru mengingat ponsel kentang saya yang 512 GB itu masih mumpuni untuk sekadar WhatsApp (WA) yang penting untuk pekerjaan saya. Namun gara-gara sekarang paket data internet untuk 3G semakin mahal dan terbatas, mau tak mau saya mesti ganti ponsel ke jaringan 4G.

Ya karena kembali ke tujuan awal saya memiliki ponsel pintar untuk sekadar mendukung pekerjaan, khususnya untuk aplikasi WA, maka ponsel baru yang saya beli pun yang ala kadarnya. Yang penting ada 4G-nya dan minimal RAM 1 GB lah, biar ada peningkatan sedikit. Itu pun ponsel yang saya beli bukan ponsel merek terkenal berbudget besar macam Samsung, Oppo, Xiaomi, atau mungkin iPhone. 

Melainkan yang saya, Gamer Jalanan beli adalah ponsel produk lokal (walaupun spare part-nya masih impor) dengan harga terjangkau, Advan. Tepatnya Advan seri S5E Full View. Cukup lama juga saya memutuskan untuk memilih brand ini ketimbang Evercoss (yang sama-sama lokalan) setelah membaca artikel dan video ulasannya di internet. Saya memang sengaja tidak mencari ponsel yang powerful, apalagi yang lancar jaya buat main game-game kekinian, karena tujuan awal saya mencari ponsel adalah untuk mencari fitur 4G dan aplikasi chat zaman now buat mendukung pekerjaan saya.

Kira-kira seperti inilah ponsel baru saya.
(sumber foto: bukalapak.com)
Tapi lupakan soal ponsel, karena di tulisan ini saya mengulas tentang AOV, bukan tentang hape (nanti disangka promo lagi, wkwkwk). Nah, ketika saya sudah punya ponsel baru nih, saya penasaran saja apakah Advan S5E Full View ini bisa memainkan game MOBA Analog yang ramai dimainkan. Karena saya penasaran juga sih kayak gimana yang namanya MOBA Analog yang heboh banget gitu sampai bikin orang pada berantem dan saling ejek “MOBA kok analog?” itu.

Dengan RAM 1 GB, tentu kemampuan ponsel Android baru saya lebih canggih ketimbang ponsel lama saya yang mereknya IMO S80. Ya saya penasaran saja sih, siapa tahu ponsel saya bisa memainkan game MOBA Analog, biar saya, Gamer Jalanan, setidaknya mencicipi seperti apa sih game MOBA Analog. Walaupun awalnya saya sangsi, mengingat sepengetahuan saya untuk memainkan game-game kekinian yang banyak dibicarakan itu membutuhkan RAM 2 sampai 3 GB.

Tapi apa salahnya mencoba? Siapa tahu ponsel saya bisa memainkannya. Lalu saya pun mulai mencari-cari MOBA Analog yang layak dicoba. Awalnya saya bingung memilih antara ML atau AOV. Dari penelitian yang saya lakukan, kedua game ini merupakan MOBA Analog yang paling banyak dimainkan di Indonesia. Namun setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya saya putuskan untuk mengunduh dan memasang AOV di ponsel baru saya. 

Beberapa alasan membuat saya lebih memilih AOV ketimbang ML, di antaranya karena AOV dimainkan di Asian Games, karena bakal ada Wiro Sableng (waktu itu masih coming soon), dan karena ada Batman (MOBA kok Batman?). Selain itu, dari berselancar di internet, saya ketahui bila AOV lebih fair ketimbang ML dalam hal penggunaan skin. Lebih lanjut tentang alasan kenapa saya lebih memilih AOV ketimbang ML bisa kalian baca dalam artikel terpisah yang akan saya tulis dalam waktu dekat.

Saya sempat bingung memilih antara Mobile Legends atau Arena of Valor.
Ketika AOV sudah terpasang di ponsel saya, segera saja saya buka aplikasinya. Sayangnya, ketika proses update berlangsung, loading gamenya terputus, muncul jendela error dengan kode angka. Ternyata memang tidak bisa main AOV, batin saya kala itu. Awalnya saya sempat menyerah dan hendak menghapus langsung gamenya. Karena sebagai gamer yang awam, saya pikir error yang terjadi itu karena kemampuan ponsel saya yang tidak mumpuni.

Namun kemudian saya mencoba berselancar di internet, siapa tahu saya bisa menemukan solusinya. Dan ternyata solusinya ada! Menurut solusi di internet itu, error yang terjadi dikarenakan jaringan internet yang digunakan. Solusinya yaitu dengan mengaktifkan VPN untuk memuluskan proses update gamenya. Maka saya pun mengunduh VPN di PlayStore, mengaktifkannya, lantas membuka kembali AOV.

Benar saja, penggunaan VPN bisa melancarkan proses update dan akhirnya saya bisa masuk ke dalam permainan! Hore!!! Akhirnya saya bisa memainkan MOBA analog di ponsel saya! (norak ya, wkwkwk XD). Ketika baru masuk, saya disuguhi sebuah intro film pendek dengan format CGI yang menyajikan pertarungan para hero AOV. Intronya keren, cukup menjelaskan cerita game ini secara singkat. Walau singkat, namun membuat saya semakin tak sabar memainkan game ini.

Saya mesti memasang VPN terlebih dulu untuk bisa mengakses update AOV.
Setelah intro selesai, saya mesti membuat akun untuk bisa masuk. Ada pilihan akun di layar pembukanya (yang menampilkan The Flash melompat), yaitu masuk sebagai akun Garena, atau akun Facebook. Agar lebih simpel, saya pilih masuk dengan akun Facebook dan menggunakan nama “Lubin” sebagai user name saya. Walaupun di kemudian hari saya menyesal karena tak memilih nama yang lebih keren. (FYI: Lubin merupakan nama inisial saya dan istri).

Oke, setelah user name dibuat, saya berada di gerbang server, dengan server “Bharatayudha” siap dimasuki di sana. Saya pikir ini server Indonesia, dan saya pun memilih server itu untuk kemudian masuk ke dalam lobi game AOV. Sebagai pemain baru, saya mesti melewati fase tutorial yang dengan kerennya hadir dalam bahasa Indonesia. Voice acting ini tentu menunjukkan betapa Garena begitu serius dalam menghadirkan AOV kepada para gamer Indonesia.

Dari tutorial yang dinarasikan oleh Butterfly, salah seorang hero AOV, saya mulai memahami bagaimana gameplay dari game MOBA Analog. Dengan menjalankan Vallhein, tutorial game ini menunjukkan bahwa inti permainan ini adalah bagaimana caranya menghancurkan tower milik tim lawan, hingga akhirnya menghancurkan markas atau “fountain” lawan.

Hero Butterfly membawakan tutorial saat saya pertama kali memasuki permainan.
Dalam AOV, layaknya game MOBA lainnya, masing-masing pemain memilih salah satu hero atau karakter yang akan digunakannya dalam game. Setiap hero memiliki class-nya masing-masing yang berperan dalam kerja sama di dalam tim. Penyusunan tim berdasarkan keseimbangan antar hero di dalamnya disebut-sebut berperan dalam kemenangan tim. Class yang bisa dipilih meliputi warrior, tank, support, mage, marksman, control, assassin, dan lain sebagainya.

Bagi saya yang awam dan newbie dalam hal MOBA, butuh waktu hingga bisa memahami gameplay game ini secara keseluruhan. Tapi berkat tutorial yang ada, perlahan saya mulai mengerti bagaimana semestinya memainkan game ini. Setelah melakoni beberapa grand battle, akhirnya saya mulai terbiasa dengan MOBA Analog dan mulai menikmatinya. Di luar dugaan, MOBA Analog, khususnya AOV, memiliki gameplay yang sangat menyenangkan untuk dimainkan.

AOV memiliki beragam mode permainan serta mekanik permainannya yang begitu kompleks. Format battle yang ditawarkan meliputi Quick Match, Grand Battle, dan Ranked Match. Sementara untuk jenis permainannya, AOV memiliki tiga opsi MOBA utama yang bisa dimainkan, yaitu 1v1, 3v3, dan 5v5. Di luar mode standar MOBA tersebut, AOV juga punya jenis permainan lainnya. Salah satunya yaitu sepak bola ala Rocket League yang cukup seru untuk dimainkan.

Mode Football Fever yang menarik.
Quick Match dan Grand Battle dengan mode 5v5 alias lima lawan lima, merupakan yang paling sering saya mainkan, walaupun saya kurang paham juga apa perbedaan dari keduanya. Menariknya adalah, sistem matching yang diberlakukan untuk memulai permainan AOV terbilang berlangsung cepat. Saya tidak perlu menunggu waktu lama hingga para pemain yang dibutuhkan terkumpul guna menginisiasi sebuah match. Hal ini mungkin dikarenakan server yang digunakan merupakan server lokal yang dikelola oleh Garena, sehingga matching berlangsung cepat secara acak dan tidak membuang-buang waktu.

Untuk permainan yang lebih terkontrol, AOV memiliki sistem pertemanan hingga pembentukan guild. Pertemanan bisa dilakukan secara in-game melalui opsi invite, atau bagi yang masuk menggunakan akun facebook, akan terintegrasi secara otomatis. Teman-teman yang sudah bermain AOV ini akan muncul dalam jendela persiapan match, yang bisa diundang untuk ikut bermain.

Masuk ke permainan, sederetan hero telah siap dipilih untuk dimainkan. Namun tentu saja, bagi pemain baru, jumlah hero yang bisa diakses terbatas. Akan tetapi AOV terbilang ramah bagi pemain baru karena menyajikan hero-hero gratis serta trial yang bisa digunakan para pemainnya untuk menjajal pertempuran di “Antaris”, begitulah game ini menyebut latar yang menjadi arena permainan.

Tiga di antara banyak puluhan hero yang bisa dipilih di AOV, termasuk Batman.
Sebagaimana yang sudah saya jelaskan sebelumnya, hero terdiri dari beberapa class, masing-masing class punya peran atau role-nya sendiri-sendiri yang saling mendukung kemenangan dalam tim. Dalam hal ini, saya mesti menyesuaikan hero saya dengan hero empat pemain lainnya yang tergabung di tim saya. Selama hero tersebut belum dipilih oleh pemain lain, saya bisa memilihnya untuk saya gunakan di match.

Masing-masing hero ini memiliki skill, baik pasif maupun aktif, serta talent yang mendukung performa hero dalam permainan. Setiap hero memiliki tiga skil aktif yang unik satu sama lain, dengan fungsinya masing-masing. Skill ini bakal ter-upgrade seiring progres permainan, khususnya pembelian item di dalam match. Semakin tinggi level skill, semakin kuat daya yang dimilikinya. Skill bisa diakses secara berkala, setelah cooldown-nya berakhir.

Untuk penggunaan optimal, setiap hero memiliki atribut dan statistiknya masing-masing. Yang bisa diatur dengan mengatur kombinasi item serta arcana yang tepat, disesuaikan dengan gaya bermain yang diinginkan. Menariknya, ada opsi “recommended” yang sangat membantu bagi para pemain baru, yang belum begitu paham dengan penggunaan item-item yang ada. Selain itu, untuk memperkuat atribut hero, bisa menggunakan kombinasi arcana yang bisa didapatkan sebagai hadiah progres atau dengan pembelian dalam game.

Skin dan hero AOV bisa didapatkan melalui event.
Dari tampilan fisik, menurut saya desain dari para hero-nya terbilang relatif keren. Apalagi masing-masing memiliki “skin” alias kostum yang menarik untuk digunakan. Skin ini tidak gratis, merupakan in-app purchase (IAP) alias pembelian dalam aplikasi. Walaupun berbagai event dan promo, serta trial yang dihadirkan memungkinkan para gamer AOV bisa memilikinya. 

Menariknya adalah, skin ini hanya berefek pada tampilan fisik serta perolehan gold bagi hero pemakainya. Dalam hal ini, skin tidak berefek pada kemampuan tempur hero tersebut. Sehingga sebagus apapun skin yang digunakan, tetap skill atau kemampuan bermain dari gamer AOV yang akan menentukan kemenangan di dalam permainan. Bukan “pay to win” atau membayar untuk menang sebagaimana yang jamak ditemukan di game-game online kekinian.

Setelah hero dipilih dan melewati layar loading, barulah pertempuran dimulai. Saya bersama dengan empat anggota tim, masuk di arena Antaris dan mulai bergerak di sekitar tiga jalan atau “lane” yang menghubungkan dengan fountain lawan. Di sepanjang lane, terdapat tower milik tim kita serta milik tim lawan. Tugas pemain adalah bagaimana agar tower-tower ini bisa runtuh, sehingga memungkinkan akses lebih jauh menuju fountain.

Dalam tujuan menghancurkan tower dan fountain, setiap tim dibantu dengan pasukan yang disebut minion atau creep. Creep digerakkan secara otomatis oleh permainan, yang akan berjalan dengan sendirinya ke arah tower. Creep memiliki beberapa jenis dan tingkatan yang kemunculannya disesuaikan dengan progres penghancuran tower yang dilakukan. Mega Creep menjadi creep terkuat yang muncul setelah tower terakhir atau high ground di sebuah lane hancur. 

Mega Creep (sebelum update).
Dalam mode 5v5 yang merupakan mode standar, terdapat tiga tower di masing-masing lane, di pihak kawan dan di pihak lawan. Sehingga total ada sembilan tower untuk dipertahankan demi menjaga fountain tetap aman, dan sembilan tower milik lawan yang mesti. Tower-tower ini memiliki kemampuan menembak hero dan creep yang masuk di dalam radius jangkauannya. Sehingga dalam praktiknya, pemain tidak bisa asal menyerang tower melainkan mesti menggunakan strategi salah satunya dengan mengamankan jalur bagi creep untuk berjalan menuju tower.

Lane dalam arena terbagi tiga, yaitu top lane, middle-lane, dan bottom-lane. Di sekitar lane, terdapat area yang disebut “jungle” yang berada di area tim sendiri dan area tim lawan. Di jungle terdapat banyak monster yang dapat dihabisi guna mendapatkan gold, buff, meningkatkan statistik hero maupun tim di dalam pertempuran. Tim perlu untuk menghabisi para monster di dalam jungle, dalam hal ini mesti ada hero yang memiliki fungsi utama tersebut.

Monster-monster di jungle terdiri dari yang paling lemah hingga yang paling kuat. Mulai dari sentinel, sage golem, Abyssal Dragon, hingga Dark Slayer. Masing-masing memiliki reward tersendiri yang bukan hanya dapat membantu tim dalam pertempuran, melainkan juga dapat menambah experience (exp) dari para pemain yang diperlukan untuk naik level. Termasuk juga menyumbang gold, yang bisa digunakan untuk membeli atribut seperti item dan arcana guna memperkuat hero.

Dark Slayer dan Abyssal Dragon, dua monster terkuat di Arena of Valor.
(sumber gambar: duniagames.co.id)
Pertempuran dalam AOV dipenuhi dengan saling serang dan saling membunuh lawan. Sementara bagi rekan setim, masti saling mendukung baik melalui pembagian tugas hingga support dalam pertempuran. Ketika hero mati, hero akan respawn kembali di altar yang menjadi start permainan. Altar juga berfungsi untuk mengisi kembali health bar yang berkurang. Durasi waktu respawn hero sendiri bergantung pada kondisi pertarungan.

Lamanya pertempuran di AOV, sebagaimana MOBA lainnya, tidak dibatasi waktu. Permainan berakhir ketika salah satu fountain berhasil dihancurkan. Tim yang berhasil menghancurkan fountain lawannya akan keluar sebagai pemenang. Performa dan keterlibatan masing-masing hero dalam match akan dinilai, dan hero terbaik akan dinobatkan sebagai Most Valuable Player atau MVP. 

Ya kira-kira begitulah gambaran gameplay dari AOV yang menurut saya begitu kompleks dan rumit. Saya saja sampai sekarang ini masih kurang paham juga dengan istilah-istilah, jadi mohon dimaafkan ya sahabat gamer sekalian khususnya para gamer MOBA Analog kalau ada penjelasan tentang gameplay AOV yang salah saya sebutkan. Intinya adalah AOV memiliki gameplay multiplayer yang seru, adiktif dan membutuhkan strategi yang tepat untuk bisa memenangkannya.

Arena of Valor memiliki grafis yang diklaim terbaik di antara MOBA Analog sejenis.
Setelah membahas tentang gameplay, mari kita bahas dari segi grafis. Di antara MOBA-MOBA Analog yang ada di Android, AOV diklaim sebagai MOBA Analog dengan kualitas grafis terbaik. Unggul atas MOBA lainnya sebut saja ML, Heroes Arena, atau Heroes of Order & Chaos. Karena memang dalam penggambaran karakter dan environment dalam Antaris, begitu tajam dan mendetail, dengan warna-warnanya yang begitu terang.

Kualitas grafis tersebut didukung dengan pergerakan animasi yang begitu halus. Pun begitu dengan beragam efek-efek serangan hingga skill para heronya, membuat AOV begitu memanjakan mata para gamer yang memainkannya. Apalagi baru-baru ini AOV baru melakukan update yang semakin menjadikan grafis game ini semakin keren saja (dan ponsel saya semakin gak kuat memainkannya, wkwkwk XD).

Dari segi suara, saya tidak bisa berkomentar banyak. Musik latarnya sangat pas, walaupun saya kurang terlalu memperhatikan mengingat saya memainkan game ini dalam kondisi volume rendah, mendekati mute. Namun begitu, bisa saya pastikan sound effect serta narasi permainan yang terdengar sepanjang permainan sangat memuaskan dan membuat saya begitu hanyut dalam AOV. Seruan-seruan dari announcer cewek seperti “Enemy Tower Has Been Destroyed”, “Our Ally Has Been Slained”, “Enemy Ultimate”, hingga “Double Kill” dan “Legendary”, semuanya terdengar sangat bersemangat sehingga menambah keseruan permainan.

Arena of Valor diklaim sebagai arena pertemuan para pemberani.
Saya kurang paham bagaimana sistem matchmaking yang diterapkan AOV, namun sementara ini saya menyimpulkan bila pembagian tim dilakukan secara acak dan untung-untungan. Artinya kalau lagi dapat rekan tim yang jago, ditambah lagi tim lawan yang payah, potensi untuk menang menjadi besar. Namun bila dapat rekan tim yang tidak kompak, sementara para personel tim lawan pada tangguh-tangguh, ya lagi sial saja kalau begitu.

Kecuali kalau kita sudah punya guild, atau rekan-rekan kita dalam tim bertatap muka secara langsung, bisa lain ceritanya. Karena bisa saling bekerja sama dengan lebih efektif yang bisa membawa pada kemenangan. Sebenarnya sih di AOV ada fitur chat dan juga voice chat agar koordinasi permainan bisa berlangsung lebih baik. Namun begitu menurut saya fitur ini kurang efektif, malahan jadi tempat untuk mengejek sesama anggota tim dengan nama-nama binatang, yang memaksa saya mematikan fitur ruang chat-nya.

Kalau bicara tingkat adiksi dari game ini, saya cukup berani menyebut AOV bisa bikin kecanduan. Kalah atau menang keinginan saya, Gamer Jalanan, untuk memainkan kembali game ini terus saja ada. Kalau kalah misalnya, rasanya belum puas sampai bisa meraih kemenangan sehingga saya kembali memainkannya. Sementara kalau menang, rasanya ingin meraih kemenangan kedua, ketiga, dan berikutnya.

Menurut saya adiksi dari Arena of Valor bisa membahayakan.
Ya, MOBA Analog rupanya begitu adiktif. Tak heran bila game genre ini begitu digandrungi para gamer Indonesia, khususnya gamer ababil alias ABG labil, wkwkwk. Saya sendiri mengaku sempat kecanduan memainkan game ini, dan baru berhenti ketika tangan saya terasa mati rasa. Efek adiksi dari game ini begitu dahsyat. Saking dahsyatnya, seorang gamer cewek di Tiongkok sana sampai buta gara-gara memainkan “Honour of King”, versi Tiongkok dari AOV secara maraton (beritanya bisa dibaca di sini).

Meski memiliki beberapa kelebihan, khususnya dibandingkan MOBA Analog lainnya, AOV juga tak luput dari kekurangan. Misalnya nih ya, permainan akan ter-reset ketika sengaja atau tanpa sengaja multi-tasking, sehingga mesti loading dari awal lagi baru kemudian terkoneksi kembali ke dalam permainan. Hal ini tentu sangat menyebalkan ya, yang berpengaruh pada performa saya pada permainan yang sedang berlangsung. Pun begitu, ada penalti yang dikenakan bila keluar dari permainan.

Secara garis besar, AOV adalah sebuah MOBA Analog yang seperti judulnya, BERANI!. Game ini bisa menjadi pilihan bagi para gamer Indonesia, baik gamer MOBA atau gamer yang ingin menjajal MOBA Analog. Apalagi game ini memiliki hero lokal legendaris yaitu Wiro Sableng, serta sederet superhero dari DC Universe, Batman, Superman, The Flash, Wonder Woman, juga Joker. Ditambah fakta bahwa game ini dipertandingkan di Asian Games, tentu semakin memberi nilai tambah bagi AOV sebagai MOBA Analog yang menarik untuk dimainkan.

Terpilih menjadi MVP itu rasanya bahagia sekali.
Bagi saya Gamer Jalanan, AOV merupakan pengalaman MOBA Analog yang sangat menyenangkan. Salah satu unsur kesenangan memainkan game ini adalah betapa memuaskannya bila saya berhasil meruntuhkan tower musuh, rasanya seperti ketagihan gitu. Apalagi kalau berhasil membunuh musuh hingga tingkat “Legendary” dan menjadi MVP. Puas sekali rasanya, hehehe. Momen yang paling saya suka adalah ketika saya maju menyongsong tower musuh untuk menghancurkan. Momen seperti itu rasanya penuh dengan keberanian! :D

Oh iya buat yang penasaran, hero favorit saya yaitu Arthur The Chosen yang memiliki class Warrior/Tank Changer. Saya suka hero ini karena semua skill-nya keren dan menyenangkan untuk digunakan. Tidak seperti skill-skill dari hero-hero lainnya. Well, hero favorit saya awalnya sih Yorn, tapi berhubung Yorn ini hampir selalu dipakai di AOV, dan saya selalu kalah cepat memilihnya, akhirnya saya menggunakan Arthur yang di luar dugaan sukses memikat hati saya dan jadi pilihan utama saya sampai sekarang.

Itulah tadi ulasan singkat saya, Gamer Jalanan tentang game Arena of Valor alias AOV. Dan perlu digarisbawahi bahwa saya bukan gamer pro melainkan gamer pemula di AOV, jadi mohon maaf kalau ada sesuatu yang salah dalam penjabaran ulasan saya tentang game ini. Dengan penjabaran di atas, saya memberi game ini nilai 9 dari skala 10, yang artinya sangat bagus, sangat layak dimainkan.
Bagaimana menurut Sahabat Gamer? Apakah kalian pernah atau masih aktif memainkan AOV? Atau mungkin kalian memainkan MOBA Analog yang lain? Yuk berbagi kisah kalian tentang AOV di kolom komentar. Saya Gamer Jalanan, sampai jumpa lagi pada ulasan berikutnya dan.... Salam Gamer! (gj)

No comments:

Post a Comment