Thursday, January 6, 2022

Ketika 'Phoenix Wright: Ace Attorney' Diadaptasi Jadi Film Live Action

Promo film 'Ace Attorney'

Halo Sahabat Gamer, Saya Retro Lukman Gamer Jalanan. 'Phoenix Wright: Ace Attorney' merupakan salah satu serial video game favorit saya. Menariknya, saya mengenal serial ini bukan dari video gamenya, melainkan dari film live actionnya yang dibuat studio OLM dan Nippon TV Network Jepang. Nah, di awal tahun 2022 ini, saya akan mengulas tentang film yang membuat saya menggemari serial game Phoenix Wright ini.

Waktu itu ada teman kantor yang suka mengunduh film di internet, dia membagikan film berjudul 'Gyakuten Saiban' atau 'Ace Attorney', film tahun 2012 yang merupakan live action adaptasi dari Phoenix Wright: Ace Attorney. Saat itu saya tahu ini film adaptasi game visual novel buatan Capcom, Phoenix Wright di Nintendo DS. Cuma waktu itu saya belum tertarik memainkan gamenya. Walaupun saya sering melihat gambar Phoenix Wright bersliweran di internet, komplet dengan pose objection-nya yang ikonik.

Pose ikonik Phoenix Wright

Karena penasaran, akhirnya saya menonton film tersebut dan dibuat takjub dengan jalan ceritanya. Dari menonton film itu, saya jadi tahu gambaran singkat tentang game Phoenix Wright. Alhasil saya pun memutuskan untuk memainkan game 'Phoenix Wright: Ace Attorney', waktu itu mainnya pakai emulator karena belum punya Nintendo DS. Dan ternyata gamenya seru banget ya, bikin ketagihan, sampai akhirnya semua game Phoenix Wright di Nintendo DS sudah saya mainkan. 

Itulah bagaimana awal cerita saya menggemari serial game tentang kisah pengacara baik hati yang berteman dengan perantara arwah ini. Nah, pada kesempatan ini saya ingin mencoba mengulas film live action tersebut, dan membandingkannya dengan serial gamenya. Film live action ini pada dasarnya adalah film yang unik dan menarik. Terbilang menghiburlah buat ditonton, khususnya bagi yang belum memainkan gamenya. 

Game pertama 'Phoenix Wright: Ace Attorney' yang menjadi dasar film ini.

Tetapi untuk mereka yang sudah memainkan gamenya, juga buat para penggemar serial Phoenix Wright, film ini mungkin sedikit mengecewakan. Karena banyak hal yang berubah dan tidak sesuai dengan gamenya, walaupun garis besarnya masih terlihat sama. Wajar sih menurut saya karena tidak mungkin memasukkan semua hal dalam game Phoenix Wright yang permainannya bisa makan waktu berjam-jam lamanya, ke dalam film yang berdurasi dua jam lebih 15 menit ini.

Sebelumnya saya peringatkan untuk sehabat gamer semua, tulisan saya ini mungkin mengandung spoiler buat yang belum menonton filmnya atau yang belum memainkan gamenya. Silakan bagi kalian bila mau tetap lanjut atau mau skip ulasan ini.

Adegan pemanggilan arwah yang cukup horor.

Film dimulai dari adegan pemanggilan arwah oleh ibunya Mia dan Maya ditampilkan cukup horor, lantas beralih ke masa sekarang saat Phoenix Wright melakoni sidang kasus pertamanya, menyelamatkan sahabatnya Larry Butz dalam kasus pembunuhan. 

Dari situ cerita bergulir seperti kronologi seri pertama gamenya, mulai dari pembunuhan Mia Fey berikut sidang pembunuhannya yang  berhadapan dengan Redd White, hingga sidang pemungkas kasus pembunuhan yang melibatkan sahabat masa kecil Phoenix, Miles Edgeworth, dalam pertarungan hukum melawan jaksa licik, Manfred von Karma.

Kasus 'Turnabout Samurai' yang hanya tampil sekilas.

Keempat kasus utama dalam game pertama Phoenix Wright tersaji pada film ini dengan beragam penyesuaian dan perubahan. Termasuk kasus ketiga Turnabout Samurai yang hanya tampil sekilas tanpa keterlibatan Phoenix di dalamnya, lebih menampilkan sosok Edgeworth yang mengekspos kejahatan Dee Vasquez. Walaupun sekilas, namun cukup berperan dalam memperkenalkan Edgeworth sebagai jaksa penuntut yang hebat.

Turnabout Goodbye mendapat porsi yang paling banyak di film ini, walaupun tak luput dari perubahan pada beberapa bagian, misalnya lokasi pembunuhan ayah Edgeworth yang bukan di lift, melainkan di record room, kemudian penyerangan Phoenix dan Maya yang berganti tempat di Danau Gourd. Latar belakang Yanni Yogi juga lebih diekspos di sini, dengan adegan yang tidak ada di dalam gamenya, termasuk penampakan kekasih Yanni Yogi yang cukup bikin merinding.

Suasana pengadilan dalam kasus 'Turnabout Goodbye'.

Meski banyak perubahan dan perbedaan, Takashi Miike selaku sutradara film ini terbilang berhasil menerjemahkan skenario yang ditulis duet Takeharu Sakurai dan Sachiko Oguchi dengan sangat baik. Tidak ada adegan yang mubazir di sepanjang dua jam berjalan, menjadikannya tidak membosankan, membuat penonton penasaran untuk terus mengikutinya. Ya walaupun saya akui ada beberapa bagian yang terasa aneh, namun saya bisa memahami ceritanya sekalipun ketika itu saya belum pernah memainkan gamenya.

Selain dari segi cerita, perubahan juga tampak pada karakter-karakternya. Contohnya Maya Fey yang tampak judes dan tidak seceria di gamenya, lebih banyak cemberutnya sih. Hehehe... Lalu Dick Gumshoe yang kurus dan tidak konyol, malahan jadi kelihatan keren gitu. Juga Manfred von Karma yang gemuk dengan wajahnya yang kurang mengintimidasi. Tetapi perubahan paling drastis ada pada karakter Redd White, yang profesinya kini berubah menjadi wartawan abal-abal, tidak seperti di gamenya yang merupakan bos perusahaan Bluecorp.

Dick Gumshoe yang kurus dan tidak konyol.

Meski demikian karakter-karakter lain dalam film ini terbilang representatif. Khususnya karakter utama Phoenix Wright yang diperankan Hiroki Narimiya dan Edgeworth yang diperankan Takumi Saitoh. Termasuk juga karakter-karakter seperti Larry Butz dan Lotta Hart.

Penampilan fisik para karakternya juga sangat mewakili, masing-masing memiliki gaya rambut dan juga pakaian yang sama persis dengan versi gamenya. Seperti Phoenix Wright yang rambutnya berdiri tajam ke belakang, dengan jas birunya yang mentereng, juga Larry Butz yang terlihat mirip banget seperti keluar dari layar game. Walaupun Pak hakim tua berjenggot rambutnya tidak botak, hehehe... Saya akui beberapa di antara penampilan karakter-karakter dalam film ini terlihat seperti cosplay, namun justru itu yang menjadikannya menarik.

Lotta Hart versi live-action.

Sayangnya ada beberapa karakter yang dihilangkan, ya mungkin karena keterbatasan waktu dan juga menyesuaikan dengan ceritanya, seperti April May dan Wendy Oldbag yang absen di film ini. Jadi jangan harap melihat kegenitan April May atau si nenek tua Oldbag yang cerewet di film ini.

Bukan cuma karakternya sih, latar tempat dalam film ini seperti Danau Gourd dan ruang sidang juga begitu setia dengan gamenya. Malahan ada penambahan yang cukup menarik yang tidak ada di gamenya, misalnya para hadirin sidang yang seperti pesta kostum, hingga elemen futuristik saat menunjukkan barang bukti. Keren banget sih. Jangan lupakan juga ruang sidang pertama Phoenix Wright yang tidak seperti di gamenya, tapi sukses membuat saya senyum-senyum sendiri.

Insiden 'Gourdy' di Danau Gourd.

Perbedaan lain dari gamenya yaitu tone atau nuansa film yang lebih kelam dan serius. Menjadikan film ini terlihat mencoba tampil serealistis mungkin tetapi dengan ragam kekonyolan yang ada di dalamnya. Memang ada beberapa selipan humor yang berhasil bikin saya tertawa, sekalipun penyajiannya terasa salah tempat dan njomplang dengan suasana serius yang mendominasi film ini. 

Perlu diingat bahwa film ini diadaptasi dari versi Jepang dari game Phoenix Wright, di mana nama-nama karakternya menggunakan nama Jepang. Termasuk juga kalimat-kalimat khas serial ini. Jadi secara audio kalian akan mendengar nama Ryuichi Naruhodo untuk karakter Phoenix Wright, atau mendengar seruan igiari untuk kalimat legendaris: objection. Meski begitu beberapa takarir Indonesia menerjemahkan nama-nama dan istilah-istilah berbahasa Jepang menjadi versi Inggrisnya, sehingga kalian yang lebih akrab dengan versi internasionalnya tidak akan bingung.

Phoenix Wright 'menginterogasi' burung kakaktua.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, bagi penonton awam, film ini terbilang unik dan menghibur. Namun mungkin akan sedikit mengecewakan bagi mereka yang pernah memainkan gamenya. Seperti saya yang ketika belum memainkan gamenya, menganggap film ini sebuah pengalaman baru, yang membuat saya tertarik untuk memainkan gamenya. Namun setelah memainkan gamenya dan menonton kembali film ini, saya sangat menyayangkan casting-nya yang tidak mencerminkan beberapa karakter seperti Dick Gumshoe dan juga Manfred Von Karma.

Meski begitu saya masih menganggapnya wajar, karena adaptasi film untuk video game memang tidak mesti benar-benar mirip dengan gamenya. Semua perbedaan dan perubahan itu menjadikan film Phoenix Wright ini sebagai pengalaman tersendiri bagi penggemar serialnya, dan terbilang layak untuk menyandang status film adaptasi. Esensi dan elemen-elemen game Phoenix Wright ditampilkan dengan cukup baik. Bisa dibilang ini merupakan salah satu film adaptasi video game terbaik yang pernah ada. Kalau saya kasih nilai dari skala 1 sampai 10, mungkin cocoknya dapat nilai 8. 

Phoenix Wright berhadapan dengan Manfred von Karma.

Film ini cukup berkesan bagi saya, khususnya karena memperkenalkan saya dengan serial Phoenix Wright: ace attorney. Termasuk salah satu film adaptasi game terbaik versi saya, juga salah satu film yang menurut saya tidak membosankan untuk ditonton berulang kali. Rasanya ingin agar film ini dibuatkan sekuelnya yang mengadaptasi seri kedua gamenya, 'Justice For All'. Walaupun sepertinya tidak mungkin terwujud mengingat sudah cukup lama sejak film ini tayang perdana di 2012, tetapi tidak ada salahnya berharap bukan. Hehehe...

Ya itulah tadi sedikit ulasan saya tentang film Gyakuten Saiban alias Ace Attorney, yang merupakan adaptasi live action dari video game Phoenix Wright Ace Attorney. Bagaimana menurut Sahabat Gamer? Apa kalian pernah menyaksikan film ini? Apa pendapat kalian tentang film ini? Jangan segan menuliskannya di kolom komentar ya. 

Oh iya, saya lebih dahulu mengulas film ini dalam bentuk video di kanal YouTube saya, Retro Lukman. Kalau kalian berminat, bis alangsung tonton videonya, tautannya bisa klik di sini. Sekian ulasan saya kali ini, terima kasih teman-teman sudah menyaksikan, saya Retro Lukman,  sampai jumpa lagi di ulasan berikutnya dan... Salam Gamer. (gj)

No comments:

Post a Comment