Friday, August 30, 2019

'Gundala', Awal Kelam Superhero Lokal yang Menjanjikan

Penampilan Gundala dalam kostum perdananya.
Halo Sahabat Gamer! Saya Retro Lukman Gamer Jalanan, pada kesempatan ini tidak akan menulis review atau ulasan tentang video game atau yang berhubungan dengan video game. Melainkan, akan menulis review dari film superhero lokal kekinian, apa lagi kalau bukan film Gundala yang rilis di bioskop sejak Kamis (29/8/2019)!

Gundala merupakan salah satu superhero lokal favorit saya, yang dahulu pernah saya baca komiknya. Cerita komiknya menarik, walaupun saya kurang suka dengan tampilan kostumnya yang menurut saya kurang original karena mirip The Flash. Nah makanya, saya merasa senahg ketika serial karya Hasmi ini diangkat ke layar lebar dengan produksi yang serius, apalagi disutradari Joko Anwar yang notabene sutradara kelas atas Indonesia.



Sebenarnya ini bukan kali pertama Gundala diadaptasi ke dalam layar lebar. Sebelumnya tokoh dengan kekuatan petir ini pernah diangkat ke layar lebar di tahun 1981 yang dibintangi Tedy Purba. Filmnya lumayan bagus sih menurut saya, kostumnya juga dibikin mirip banget sama yang ada di komik. Termasuk ceritanya juga seperti di komik, dengan lawannya yaitu Ghazul. Walaupun latar kotanya dipindah ke Jakarta.

Abimana Aryasatya sebagai Sancaka.
Nah kalau film Gundala terbaru ini dibintangi Abimana Aryasatya yang aktingnya sudah gak diragukan lagi deh. Apalagi film ini merupakan pembuka dari jagat sinematik superhero lokal ala-ala Marvel Cinematic Universe (MCU) kepunyaan Marvel gitu deh. Jadinya tentu saya menaruh banyak harapan pada film ini yang semoga bisa menjadi film yang berkualitas, menuntun pada film-film superhero lokal lainnya yang ada di Jagat BumiLangit, sebutan buat cinematic universe rasa lokal ini.

Dan harapan saya ternyata terbayar dengan sangat baik ketika saya menyaksikan film garapan Screenplay Films dan BumiLangit Studios ini di Cinemaxx Tamini Square pada hari penayangan perdananya! Film ini benar-benar menjawab semua ekspektasi saya, benar-benar film superhero lokal yang membanggakan dan tak kalah dengan film-film superhero Marvel atau DC. Bukan itu saja, film ini juga sanggup membuka Jagat BumiLangit dengan sangat baik, menjanjikan semesta sinematik yang patut untuk ditonton.

Muzakki Ramdhan sebagai Sancaka kecil.
Film ini bertutur tentang karakter Sancaka yang masa kecilnya penuh dengan penderitaan. Sancaka kecil, diperankan Muzzaki Ramdhan, mengalami kepahitan hidup akibat ditinggal kedua orang tuanya. Sang ayah meninggal dalam kerusuhan demonstrasi buruh pabrik, sementara sang ibu tak diketahui rimbanya setelah pergi untuk bekerja.

Sancaka pun menjalani masa kecil yang penuh penderitaan sebatang kara hingga dewasa. Sancaka dewasa, diperankan Abimana Aryasatya bekerja sebagai sekuriti di tempat percetakan. Awalnya Sancaka cuek terhadap kondisi lingkungannya yang dipenuhi kejahatan. Petuah sahabat semasa kecil membuatnya menjadi sosok yang egois, mementingkan diri sendiri.

Bront Palarae sebagai Pengkor.
Hingga Sancaka kemudian disambar petir yang memberikannya kekuatan dahsyat mengeluarkan halilintar dari tangannya, membuatnya bangkit bertarung melawan orang-orang jahat di bawah kepemimpinan mafia kejam buruk rupa bernama Pengkor (Bront Palarae).

Gundala tampil sebagai sebuah origin story atau penceritaan awal mula kemunculan pahlawan ini. Latar belakang Sancaka begitu dieksplorasi dari awal hingga pertengahan film. Kejadian-kejadian di masa lalu mampu ditampilkan dengan baik sehingga penonton dapat memercayai perubahan karakter Sancaka dari yang awalnya peduli menjadi egois. Mengalir sangat baik hingga di titik balik ketika kepahlawanan itu muncul dalam dada Sancaka.

Sutradara Gundala, Joko Anwar.
Joko Anwar tampaknya benar-benar menepati janjinya dalam membuat film Gundala serealistis mungkin. Melalui penggalian karakter Sancaka, penonton tidak begitu saja dihadapkan pada sosok baik hati yang suka menolong sebagaimana gambaran dalam film-film pahlawan super kebanyakan. Melainkan, penonton disajikan proses pencarian jati diri Sancaka dari yang awalnya tidak peduli, lantas tampil sebagai pahlawan yang menginspirasi.

Pun demikian dalam hal penceritaan kekuatan super yang didapatkan Gundala, Joko yang juga menulis sendiri scenario film ini tidak terburu-buru dalam menjabarkannya ke dalam tampilan audio visual. Semuanya ditampilkan begitu runut dan perlahan, namun dengan tempo yang tak membosankan.

Momen yang ditunggu-tunggu.
Penggemar film-film superhero, khususnya saya, Retro Lukman Gamer Jalanan, mungkin akan menjadi tak sabar lantaran hampir setengah durasi film bergulir, kekuatan petir yang dinanti-nantikan itu tak kunjung terlihat. Namun adegan laga yang tersaji sejak film dibuka dan hampir selalu mewarnai setiap adegan dalam film ini membuat penantian tersebut sepertinya terlupakan begitu saja. Apalagi setelah tiba pada adegan saat Sancaka membuat sendiri kostum Gundalanya yang menjadi puncak dari film.

Bukan hanya sosok pahlawan, Joko Anwar juga memberi ruang yang cukup banyak untuk memperkenalkan karakter antagonis utama dalam film ini, Pengkor. Seperti Sancaka, film ini juga menampilkan latar belakang kisah Pengkor yang juga merasakan pahitnya masa kecil, yang membuatnya menjadi sosok bengis tatkala dewasa. Penggambarannya cukup apik sehingga penonton bisa merasakan kengerian ketika sosok ini muncul.

Karakter-karakter pendukung.
Selain protagonis dan antagonis utama, sederetan karakter pendukung lainnya juga mendapat ruang dalam pengembangan karakternya. Seperti Wulan yang diperankan Tara Basro, perempuan yang ditolong Sancaka dari para preman (kelak menjadi superhero perempuan bernama Merpati) dan Ridwan Bahri diperankan Lukman Sardi, anggota dewan dengan sisi hitam dan putihnya.

Karakter-karakter lainnya seperti Pak Agung dan adik Wulan, punya porsi yang pas sebagai pelengkap. Walaupun terdapat karakter dengan jatah layar minim namun kemungkinan besar punya peran besar dalam kelanjutan film ini seperti Ghazul yang diperankan Ario Bayu dan sahabat masa kecil Sancaka, Awang. Buat yang belum tahu, Ghazul adalah musuh bebuyutan Gundala di komiknya, sementara Awang adalah sosok yang menjadi superhero bernama Godam.

Si cuek Sancaka.
Akting pada pelakonnya sendiri terbilang sangat baik. Muzzaki Ramdhan sukses menghadirkan penderitaan Sancaka kecil, walaupun terdapat beberapa bagian yang terasa kurang alami. Sedangkan Abimana, berhasil dengan amat baik memunculkan karakter Sancaka yang cuek, namun di saat bersamaan penonton bisa merasakan ada kepedulian terpendam pada karakter ini. Sehingga membuat penonton bisa ikut peduli terhadap sosok karakter utama.

Pujian mungkin layak disematkan pada acting Bront Palarae, yang sukses memerankan Pengkor. Dengan sikapnya yang terlihat sopan namun menyembunyikan senyum licik, kebengisan karakter jenius ini begitu terasa. Sekilas mengingatkan pada sosok Joker dalam film The Dark Knight yang diperankan mendiang Heath Ledger. Saya sendiri pernah membaca komik "Gundala Cuci Nama", yang menampilkan sosok Pengkor dan menurut saya akting si "Bapak" begitu apik dalam memvisualkan sosok tersebut di layar lebar.

Batman Begins.
Dari segi cerita, pendekatan yang diambil dalam Gundala lebih pada penceritaan yang kelam. Alurnya bisa dibilang mirip dengan Batman Begins garapan Christopher Nolan, lengkap dengan plot twist yang menarik. Namun dibuat dengan sentuhan film-film lokal populer, khususnya film-film garapan Joko Anwar.

Ciri khas Joko Anwar begitu terasa di sepanjang film. Mulai dari pengambilan gambar, pencahayaan, hingga serangkaian musik yang melatari adegan-adegan dalam film. Penggemar film-film Joko Anwar pasti akan merasa familiar dengan tema yang digunakan dalam film ini. 

Salah satu adegan laga dalam Gundala.
Nuansa kelam dalam film ini begitu kentara berkat serangkaian adegan drama yang menguras emosi, adegan-adegan kekerasan yang tergolong brutal secara visual, hingga tema-tema dewasa dalam konflik yang disajikan, mulai dari politik hingga moralitas yang cenderung berat untuk dicerna. Tak mengherankan memang bila film ini mendapat rating umur 13 tahun ke atas alias remaja.

Walaupun pada kenyataannya, banyak anak-anak di bawah umur yang datang ke bioskop menyaksikan film ini bersama keluarganya. Sangat disayangkan memang mengingat beberapa adegan kekerasan terbilang tidak layak untuk disaksikan anak-anak seperti saat Sancaka kecil dihajar atau saat Pengkor dan teman-teman panti asuhannya membalas dendam. Tapi bisa dimaklumi mengingat ini film pahlawan super, yang kebanyakan penggemarnya adalah anak-anak.

Cerita yang dewasa.
Meski nuansa kelam mengiringi sepanjang dua jam durasi film, namun ada kalanya Gundala diselingi humor-humor renyah yang mampu membuat penonton tertawa. Khususnya dialog antara Sancaka dan Pak Agung. Tak banyak humor yang disajikan. Namun cukup untuk merilekskan sejenak ketegangan akibat dijejali adegan-adegan kekerasan sebelumnya. 

Selain itu jalinan ceritanya juga tidak semata tentang pertarungan kebaikan melawan kejahatan yang klise dalam film pahlawan super. Melainkan juga membawa pesan kepahlawanan dan patriotik sebagaimana slogan film ini (Negeri Ini Butuh Patriot). Salah satunya yang membekas dalam diri saya, Retro Lukman Gamer Jalanan adalah saat apa yang dilakukan Sancaka menginspirasi orang-orang lain, bahkan anak-anak untuk ikut berbuat kebajikan. Penggambarannya begitu tepat, sehingga terasa begitu realistis serta dapat dipahami dan menginspirasi penonton.

Penampilan Cecep Arif Rahman yang mengerikan.
Sementara untuk adegan laganya, seperti yang sudah diungkap di atas, Gundala sarat dengan pertarungan tangan kosong yang seru. Adegan laga nyaris selalu menghiasi layar bioskop. Mulai dari Sancaka kecil, hingga saat Gundala berhadapan dengan Pengkor berikut anak-anak asuhnya yang sangar-sangar. Memang adegan laganya tak semenawan The Raid, namun sudah mewakili bagaimana laga dalam film pahlawan super dibuat. Jangan lupakan juga di sini ada praktisi silat kenamaan Cecep Arif Rahman yang lagi-lagi aksinya begitu memukau.

Sebagai film pendahulu dari sebuah semesta film yang bakal lebih besar, Gundala memiliki sederetan referensi tentang karakter-karakter super baik jagoan maupun antagonis kepunyaan BumiLangit Studios. Yang diplot untuk muncul pada film-film berikutnya di semesta sinematik ini. Khususnya pahlawan super perempuan Sri Asih, yang siap hadir menyusul Gundala di bioskop. 

Sahabat Sancaka, Awang yang bakal menjadi jagoan super lainnya, Godam.

Juga salah satu musuh terkuat Gundala, yang kemungkinan bakal menjadi lawan berat bagi para pahlawan super BumiLangit, sebagaimana Thanos dalam MCU. Tokoh antagonis yang muncul pada bagian akhir film ini pernah saya baca di komik Gundala dan memang kekuatannya sangat dahsyat, Gundala sendiri sempat kesulitan dalam mengalahkannya mengingat lawannya ini terbilang abadi. Tapi saya tidak akan spoiler di sini.

Seakan meniru format MCU, Gundala juga memiliki adegan tambahan setelah kredit film diputar. Sebuah adegan pendek yang sangat sayang untuk dilewatkan, karena bakal membuat penonton khususnya penggemar serial karya mendiang komikus Hasmi ini kegirangan dan tak sabar menantikan film Gundala berikutnya. Yup, termasuk saya yang dibuat penasaran gara-gara ending credit tersebut, ingin segera menyaksikan film Gundala berikutnya yang kemungkinan berjudul "Gundala Putra Petir".

Ghazul (kiri), sosok yang kelak menjadi musuh bebuyutan Gundala.
Untuk kualitas efek dan CGI-nya, menurut saya sangat baik. Semua elemen-elemen aksi seperti sambaran petir dan kekuatan petir Gundala itu sendiri terlihat begitu nyata, tidak kelihatan seperti sebuah efek film. Hal ini tentu semakin menguatkan kualitas film Gundala yang kalau dalam video game bisa dibilang semacam kualitas AAA. Jauh banget deh bahkan tidak layak dibandingkan dengan film superhero yang pernah muncul sebelumnya, Garuda. Wkwkwk... XD

Adapun kelemahan dari film ini mungkin terdapat pada beberapa bagian cerita yang terkesan aneh dan dipaksakan. Tak banyak sih, namun cukup mengganggu logika. Misalnya saat Ghazul mengambil sampel darah Sancaka. Padahal momen itu adalah pertama kalinya Sancaka maju sebagai jagoan, bahkan dia belum mengenakan kostum Gundala buatannya sendiri. Membuat penulis bertanya-tanya dari mana Ghazul mengetahui Sancaka sebagai sosok pahlawan super.

Sri Asih siap menyusul Gundala ke layar lebar.
Pun demikian pemunculan sosok antagonis misterius sekaliber Thanos yang sepertinya bakal menjadi lawan Patriot (sebutan kelompok superhero BumiLangit macam Avengers) di film yang akan datang, menurut saya terlalu dini. Semestinya karakter ini disimpan terlebih dahulu penampakannya untuk film-film Jagat BumiLangit berikutnya. Karena menurut saya pemunculan karakter ini semakin memperbanyak plot dalam film Gundala. Dalam MCU sendiri Thanos tidak muncul di film pertama MCU yaitu Iron Man melainkan baru muncul di film The Avengers.

Secara keseluruhan Gundala merupakan sebuah film pahlawan super, lebih tepatnya origin story yang menarik. Mungkin bisa dibilang film ini adalah Batman Begins-nya Indonesia. Dengan cerita yang menarik, tema serta konflik yang berat dan kelam, pun hiburan adegan laga yang nonstop sepanjang film, Gundala merupakan salah satu film terbaik yang patut disaksikan di 2019. Bukan hanya penggemar genre superhero, penonton awam pun rasanya akan menikmati film ini karena terasa seperti mahakarya Joko Anwar yang lain, hanya saja dengan superhero twist.



Biarpun banyak yang nge-bully, menurut saya kostum awal Gundala ini keren.
Kualitas mumpuni yang dimiliki film ini bisa dibilang merupakan jawaban atas pertanyaan apakah film bertema pahlawan super lokal bisa diminati di negeri ini. Nyatanya, Gundala adalah sebuah awal yang menjanjikan, dari sebuah semesta lebih besar yang konon bakal menampilkan para jagoan lokal saling bertemu di layer lebar. Bukan tidak mungkin kelak Jagat BumiLangit bisa menandingi bahkan melampaui kesuksesan MCU dari Marvel.

Demikian ulasan singkat saya tentang film Gundala. Kalau menurut Sahabat Gamer yang sudah menyaksikan film ini bagaimana? Apa pendapat kalian tentang film ini? Saya yakin deh pasti sama terpesonanya dengan saya. Dan juga pasti sudah tak sabar menantikan rilisan teranyar dari semesta superhero lokal ini. Kalau berkenan, yuk bagikan pendapat kalian tentang film ini di kolom komentar. Saya Retro Lukman Gamer Jalanan, sampai jumpa lagi pada ulasan berikutnya... Salam Gamer! (gj)

*NB: Review ini juga diterbitkan di media online tempat saya bekerja, intren.id. Tautannya di sini.

1 comment: